Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Alasan PDIP Ngotot Dukung Pemilu Proporsional Tertutup

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat diwawancara. (Design by @salwadiatma)

ANDALPOST.COM – PDI Perjuangan (PDIP) adalah satu-satunya partai politik yang punya sikap berbeda dari partai lain yang menolak pemilu proporsional tertutup.

Ada total 8 partai yang menyatakan sikap menolak pemilu proporsional tertutup, di antaranya adalah PKS, Demokrat, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, PAN, dan Gerindra.

Delapan partai tersebut menyatakan bahwa mereka dengan tegas menolak uji kelayakan materi tentang pasal 168 ayat 2 mengenai putusan pemilu proporsional terbuka.

“Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia,” tulis delapan fraksi sebagaimana yang tertuang dalam pernyataan sikap bersama minggu lalu.

“Tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya melalui kewenangan partai politik semata,” tambahnya.

Berbeda dengan kedelapan partai tersebut, PDIP punya pandangan lain soal mengapa mereka mendukung pemilu proporsional tertutup.

Menurut laporan yang telah dirangkum oleh The Andal Post, ada sejumlah poin yang menjadikan partai berlogo banteng hitam itu punya sikap berbeda.

Pertama

Sekertaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan resminya menyatakan bahwa memang ada alasan dibalik pihaknya mendukung pemilu proporsional tertutup.

Hasto mengatakan bahwa menurutnya sistem proporsional tertutup dapat memaksimalkan potensi kader partai untuk menduduki kursi dewan.

Adapun nantinya akan ada orang-orang yang berkompeten baik akademisi hingga purnawirawan yang terpilih sebagai caleg atau wakil rakyat. Pasalnya, dasar dari terpilihnya mereka adalah murni karena kompetensi kader dalam partainya.

“Yang penting, kami bisa mendorong kaum akademisi dari perguruan tinggi, tokoh-tokoh agama misalnya, tokoh purnawirawan, itu dengan sistem proporsional tertutup, mereka lebih dimungkinkan untuk didorong terpilih karena base-nya adalah kompetensi,” ujarnya kepada awak media.

Hal ini berbeda dengan sistem proporsional terbuka, yang mana dasar kekuatan kader menjadi terpilih adalah popularitas. Sehingga hal ini rentan menyebabkan politik uang di setiap lini masyarakat.

“Jadi, sistem proporsional tertutup itu base(dasar)-nya adalah pemahaman pada fungsi-fungsi dewan, sedangkan untuk terbuka adalah popularitas,” ungkapnya.

Kedua

Alasan kedua yang disebutkan Hasto adalah anggaran biaya pelaksanaan pemilu. Pasalnya, setiap penyelenggaraan pemilu selalu memakan anggaran yang terlalu besar dan membuat sistem yang lebih rumit.

Berbeda dengan proporsional tertutup karena masyarakat hanya memilih partai sehingga pelaksanaan bakal lebih sederhana.

“Penghematan, sistem menjadi lebih sederhana, kemudian kemungkinan terjadinya manipulasi menjadi kurang,” kata dia.

“Dulu kan begitu banyak penyelenggara pemilu yang karena terlalu capek akibat pemilu yang begitu kompleks, itu nanti bisa dicegah,” ucapnya.

Ketiga

Ketiga adalah sistem proporsional tertutup tidaklah menyalahi aturan konstitusi di negeri ini. Pasalnya, sistem ini juga sesuai dengan dasar demokrasi Indonesia.

“Sistem pemilu dengan proporsional tertutup sesuai dengan perintah konstitusi, di mana peserta pemilihan legislatif (pileg) adalah partai politik (parpol),” ungkap Hasto.

Banyak sekali efek baik yang ditimbulkan dari adanya sistem ini. Beberapa di antaranya adalah parpol bisa memberikan penghargaan dengan kadernya yang berkompeten untuk nyaleg.

Hal ini kemudian dapat membuat kader yang punya kompetensi jelas akan lebih mudah adaptasi dalam menjalankan wewenang ketika memangku kekuasaan nanti. Selain itu, mereka juga dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang lebih relevan dan berpihak kepada rakyat.

Nantinya, setiap mereka yang punya kompetensi tidak akan kalah dengan seseorang bermodalkan uang dan popularitas semata. Keuntungan lainnya adalah meminimalisir terjadinya kecurangan terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 mendatang.

(PAM/MIC)