Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Kemenkes Beri Penjelasan Layanan Berhenti Merokok Demi Cegah Anak Stunting

Kemenkes Beri Penjelasan Layanan Berhenti Merokok Demi Cegah Anak Stunting
Ilustrasi rokok. (The Andal Post/Aini)

ANDALPOST.COM – Kemenkes beri penjelasan terkait layanan berhenti merokok demi mencegah anak stunting, melalui situs resminya, Jumat (09/06/2023). 

Aktivitas merokok ini dapat menyebabkan risiko buruk bagi kesehatan.

Terlebih lagi, apabila secara tidak sengaja terhirup oleh anak karena akan menyebabkan risiko stunting. Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Kesehatan Masyarakat, dr. Endang Sumiwi, MPH. 

Di samping itu juga, terdapat penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018, yang mendukung pernyataan tersebut.

Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki kebiasaan merokok, dapat menyebabkan tumbuh kembang balitanya hanya sekira 1,5 kg saja.

Lebih parahnya lagi, balita tersebut juga akan memiliki risiko stunting yang lebih besar, yakni sebanyak 5,5 persen.

“Kita tahu bahwa angka stunting kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20 persen, sementara Indonesia masih 21%. Kalau Balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya, maka ini menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan stunting,” ujar dr. Endang Sumiwi, Jakarta, dikutip dari situs resmi Kemenkes pada Jumat (09/06/2023).

Kemenkes Beri Penjelasan Layanan Berhenti Merokok Demi Cegah Anak Stunting
Penjelasan kemenkes terkait stunting sebabkan panjang badan balita lebih pendek dari balita normal | sumber Sindo

dr. Endang Sumiwi juga menyampaikan harapannya agar masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi nikotin atau rokok. 

Menurut Situs Resmi Pelayanan Kesehatan Kemenkes

Sementara itu, menurut situs resmi Pelayanan Kesehatan (Yankes) Kemenkes, pajanan rokok pada anak memiliki beberapa efek selain stunting. 

Kemenkes menjelaskan bahwa efek lainnya, yaitu mengganggu kognitif (kecerdasan), gangguan perilaku, infeksi meningitis, infeksi telinga tengah.

Kemudian, infeksi saluran pernapasan, bronkitis, asma, pneumonia, leukemia, limfoma, profil lipid, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk mengalokasikan anggaran pembelanjaan dan pengeluaran, pada sesuatu hal yang lebih penting daripada membeli rokok.

“Kalau tidak salah, ada data dari Global Adult Tobacco Survey sebesar Rp.382.000 per bulan yang dikeluarkan orang dewasa untuk beli rokok dalam keluarga.” Kata dr. Endang.

Menanggapi hal ini, solusinya ialah masyarakat bisa membeli protein hewani dan makanan-makanan yang bergizi untuk anak-anak mereka.

Hal ini dilakukan agar anak-anak dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari stunting.

Tanggapan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dr. Maxi Rein Rondonuwu selaku Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, menyampaikan dampak kesehatan dan sosial akibat pengaruh mengonsumsi rokok dan hasil tembakau.

Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) 2021, dijelaskan bahwa keluarga dengan kebiasaan mengonsumsi rokok memiliki pengeluaran tiga kali lebih banyak, dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.

dr. Maxi juga mengatakan bahwa berdasarkan data tersebut, kebutuhan membeli rokok menjadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua, sebanyak dengan keluarga yang rutin mengonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.