Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Komoditas Ayam Singapura Kian Sedikit: Pasca Larangan Ekspor Malaysia

Harga ayam di Singapura melambung tinggi membuat persediaan kian menipis usai pencabutan larangan ekspor Malaysia. (Sumber: Strait Times)

ANDALPOST.COM – Harga yang kian melambung, membuat komoditas ayam makin sedikit di pasar Singapura usai diberlakukannya larangan eskpor Malaysia.

Hal itu, berdampak pada pendapatan penjual ayam yang anjlok, sedangkan harga beli jauh lebih mahal.

Penjual ayam pun mengaku, keuntungan mereka jauh lebih sedikit setelah Malaysia melarang ekspor ayam.

Dilaporkan, salah satu penjual ayam di Bukit Timah, bernama Ghim Moh dan Bedok mengungkapkan bahwa, pendapatan mereka belum kembali ke ‘level’ sebelum pelarangan.

Alhasil, margin keuntungan per ekor masih sama dan mereka tidak memiliki banyak ayam untuk dijual.

Padahal, Malaysia telah mengatakan kepada Singapura bahwa mereka akan menerima sekitar 1,8 juta ayam broiler pada bulan Oktober lalu.

Jumlah tersebut, merupakan setengah dari jumlah yang sebelumnya diimpor dari seberang Causeway sebelum adanya larangan.

Tanggapan Singapura dan Pengalaman Penjual

Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan, Grace Fu mengatakan bahwa pasokan ayam tetap stabil dan dapat diandalkan. Informasi ini ia berikan di Parlemen, pada Selasa (29/11/2022).

Kendati begitu, Grace Fu tidak menjelaskan berapa jumlah ayam broiler yang diimpor dari Malaysia sejak pencabutan larangan tersebut.

Di sisi lain, penjual ayam mengaku bahwa mereka tidak mendapatkan pasokan ayam sebanyak sebelumnya.

Mereka juga mengatakan, bahwa harga ayam yang kian melambung tinggi membuat pelanggan enggan membeli. Dengan kata lain, daya beli ayam di pasaran kian menurun.

Peter Toh (52), yang menjalankan usaha Heng Huat Fresh Chicken di Pasar Ghim Moh turut angkat bicara menanggapi keadaan tersebut.

“Saya menghasilkan sekitar Rp15 ribu untuk setiap kilogram ayam yang saya jual, jadi jika yang terjual lebih sedikit. Itu berarti saya tidak mendapatkan banyak keuntungan,” ungkap Peter.

Peter mengungkapkan, bahwa ia dulu membayar sekitar Rp69 ribu per kg ayam sebelum pelarangan, namun sekarang ia harus membayar sebesar Rp104 ribu per kg.

Akan tetapi, saat ini ia haru menjual ayam seharga Rp128 ribu yang sebelumnya hanya sekitar Rp92 ribu.

“Banyak orang yang tinggal di sekitar sini sudah lanjut usia. Mereka tidak mampu membayar harganya sekarang, dan mereka tidak perlu makan terlalu banyak. Jadi, beberapa dari mereka tidak sering datang,” ungkap Peter.

“Mereka membeli sangat sedikit sekarang. Jika saya menaikkan harga saya lebih jauh, maka mereka mungkin tidak akan datang sama sekali,” lanjutnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.