ANDALPOST.COM – Harga yang kian melambung membuat komoditas ayam makin sedikit di pasar Singapura usai diberlakukannya larangan eskpor Malaysia.
Hal itu berdampak pada pendapatan penjual ayam yang anjlok sedangkan harga beli jauh lebih mahal.
Penjual ayam pun mengaku keuntungan mereka jauh lebih sedikit setelah Malaysia melarang ekspor ayam.
Salah satu penjual ayam di Bukit Timah bernama Ghim Moh dan Bedok mengungkapkan bahwa pendapatan mereka belum kembali ke level sebelum pelarangan.
Margin keuntungan per ekor masih sama dan mereka tidak memiliki banyak ayam untuk dijual. Padahal, Malaysia telah mengatakan kepada Singapura bahwa mereka akan menerima sekitar 1,8 juta ayam broiler pada bulan Oktober lalu.
Jumlah tersebut merupakan setengah dari jumlah yang sebelumnya diimpor dari seberang Causeway sebelum adanya larangan.
Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan, Grace Fu, mengatakan bahwa pasokan ayam tetap stabil dan dapat diandalkan. Informasi ini ia berikan di Parlemennya pada Selasa (29/11/2022).
Kendati begitu, Grace Fu tidak menjelaskan berapa jumlah ayam broiler yang diimpor dari Malaysia sejak pencabutan larangan tersebut.
Di sisi lain, penjual ayam mengaku bahwa mereka tidak mendapatkan pasokan ayam sebanyak sebelumnya.
Mereka juga mengatakan bahwa harga ayam yang kian melambung tinggi membuat pelanggan enggan membeli. Dengan kata lain, daya beli ayam di pasaran kian menurun.
Peter Toh (52) yang menjalankan usaha Heng Huat Fresh Chicken di Pasar Ghim Moh turut angkat bicara menanggapi keadaan tersebut.
“Saya menghasilkan sekitar Rp15 ribu untuk setiap kilogram ayam yang saya jual, jadi jika yang terjual lebih sedikit, itu berarti saya tidak mendapatkan banyak keuntungan,” ungkap Peter.
Peter mengungkapkan bahwa ia dulu membayar sekitar Rp69 ribu per kg ayam sebelum pelarangan, namun sekarang ia harus membayar sebesar Rp104 ribu per kg.
Akan tetapi saat ini ia haru menjual ayam seharga Rp128 ribu yang sebelumnya hanya sekitar Rp92 ribu.
“Banyak orang yang tinggal di sekitar sini sudah lanjut usia. Mereka tidak mampu membayar harganya sekarang, dan mereka tidak perlu makan terlalu banyak, jadi beberapa dari mereka tidak sering datang,” ungkap Peter.
“Mereka membeli sangat sedikit sekarang. Jika saya menaikkan harga saya lebih jauh, maka mereka mungkin tidak akan datang sama sekali,” lanjutnya.
Senada dengan Peter Toh, Chen (40) yang bekerja di Perlengkapan Unggas Ah Chuan di Pasar Bukit Timah juga mengungkapkan hal yang sama.
“Kebanyakan orang sudah terbiasa makan lebih sedikit ayam selama pelarangan, dan sekarang lebih mahal, jadi mereka membeli lebih sedikit,” terang Chen.
“Sulit bagi kami juga karena pasokan ayam dari distributor kami tidak selalu stabil, jadi kami tidak dapat memastikan bahwa kami akan memiliki cukup uang untuk menjual dan memenuhi kebutuhan,” imbuhnya.
Sementara itu, Tan Chow Yong (56) yang menjalankan toko di Pasar Bedok 85, biasanya memesan ratusan ayam broiler setiap hari dari pemasoknya sebelum adanya pelarangan, namun sekarang ia hanya memesan sekitar 70 ekor.
“Saya berhenti memesan begitu banyak karena pelanggan yang membeli lebih sedikit, dan mereka membeli sangat sedikit,” pungkas Tan.
“Bahkan jika saya ingin memesan lebih banyak, saya ragu bisa mendapatkan semua burung yang saya inginkan,” tutupnya.
(SPM/MIC)