Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Menteri Agama Yaqut Sambangi KPK Bicarakan Soal Biaya Haji

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers usai rapat koordinasi dana haji bersama KPK dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Jumat sore (27/1) | Foto: Tangkapan layar. (YouTube KPK RI)

ANDALPOST.COM – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangannya untuk membahas soal saran dan rekomendasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan perjalanan ibadah haji tahun 2023 pada Jumat (27/1/2023).

Dalam kesempatan ini Yaqut menekankan tentang bagaimana penyelenggaraan haji harus benar-benar memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh agama dan UU.

“Diingatkan bahwa penyelenggaraan haji harus memperhatikan penghargaan atas prinsip-prinsip keadilan dan kesamaan umat Islam. Artinya semua umat Islam harus memiliki kesempatan, keadilan, dan persamaan dalam menunaikan ibadah haji,” kata Yaqut dalam konferensi pers usai rapat koordinasi dana haji bersama KPK dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Jumat sore (27/1).

Salah satu hal penting untuk menjamin hal tersebut, kata Yaqut, adalah komponen biaya.

“Dalam skema kami ada BPIH yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan haji. Dan BIPIH yaitu biaya yang dibayarkan oleh calon jamaah. Ini berbeda,” terangnya.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan haji tersebut, didukung oleh Nilai Manfaat yang berasal dari biaya pembayaran oleh calon jamaah dan dikelola oleh BPKH dalam rentang tempo 10-30 tahun.

Pada tahun 2022, besaran BIPIH yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2022 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2022 tentang Biaya Penyelenggaraan Haji, dan dibayarkan jemaah Indonesia sebesar RP39,8 juta per orang. Sementara BIPIH di sekitar Rp98,3 juta per orang.

Kondisi yang sama jika diteruskan akan menguras habis Nilai Manfaat yang ada di BPKH. Tidak hanya itu, Yaqut mengingatkan kalau hal ini juga memungkinkan jamaah menggunakan Nilai Manfaat yang bisa jadi merupakan hak orang lain karena berasal dari BIPIH calon jamaah dalam daftar tunggu.  

“Makanya kemarin kita usulkan kepada DPR. Skema BIPIH atau yang ditanggung jamaah 70 persen. Sisanya yang 30 persen ditutup dengan menggunakan Nilai Manfaat yang dikelola oleh BPKH,” Lanjut Yaqut.

Soal kenaikan BIPIH tersebut, Yaqut pun mengatakan dalam pertemuan kali ini KPK turut mengingatkan Kemenag agar dapat menata keuangan haji dengan baik.

“Kami diingatkan oleh pimpinan KPK, (Biaya haji) kalau memang harus naik. Naiknya harus terstruktur sehingga jamaah yang belum berangkat bisa memperkirakan harus menambah (biaya) berapa dan bisa mengkalkulasikan sendiri. Insyaallah kami di Kemenag dan BPKH segera menindaklanjuti,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini Yaqut juga menyampaikan bahwa dari sembilan saran dan 24 rencana tindak lanjut dalam rekomendasi KPK terkait penyelenggaraan haji. Hanya dua poin lagi yang belum diselesaikan Kemenag.

“Tentang harmonisasi UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Mengharmonisasikan kedua UU ini yang masih menjadi bahasan di Kemenag, tapi naskah akademiknya sudah selesai. Insyaallah dalam minggu depan kita sudah bisa tindak lanjuti,” pungkasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan harmonisasi dua UU tersebut sangat penting guna menghadirkan transparansi di Kemenag, BPKH dan bagi jemaah calon haji.

(lth/fau)