Muncul Diskriminasi Usia, New Zealand akan Menurunkan Usia Pemilih dari 18 ke 16 Tahun

Ilustrasi foto pengambilan suara. (Design by @kenzz.design)

ANDALPOST.COM – Perdana Menteri New Zealand, Jacinda Ardern, mengatakan bahwa syarat ikut serta sebagai pemilih pemungutan suara di negara tersebut akan diturunkan dari 18 tahun menjadi 16 tahun, Senin, (21/11/2022).

Ardern mengumumkan hal ini beberapa jam setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa tidak mengizinkan anak berusia 16 dan 17 tahun untuk memilih adalah sama dengan melakukan diskriminasi usia. Ia mengatakan bahwa secara pribadi, menurunkan usia pemilih ini adalah sebuah tindakan yang disukainya.

Meskipun begitu, perubahan yang ia ajukan tersebut membutuhkan setidaknya 75 persen suara mayoritas anggota parlemen untuk menyetujuinya. Sampai saat pengumuman tersebut dibuat, jumlah suara yang mendukungnya masih belum memenuhi persetujuan itu.

“Saya Pribadi mendukung penurunan usia pemilih, tetapi itu bukan masalah saya atau bahkan pemerintah. Setiap perubahan dalam undang-undang pemilu semacam ini membutuhkan 75 persen dukungan dari anggota parlemen,” ungkap Ardern.

Pemungutan suara ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu beberapa bulan mendatang. Namun perlu dicatat bahwa berlaku atau tidaknya perubahan ini, tetap tidak akan berlaku sampai setelah pemilihan umum tahun depan dilakukan.

Perdebatan mengenai penurunan usia pemilihan ini menjadi cukup populer di sejumlah negara. Beberapa negara sudah dengan andal menetapkan batas usia pemilih di 16 tahun. Negara-negara tersebut adalah Austria, Malta, Brazil, Cuba dan Ekuador.

Sementara itu, Wakil Direktur Kampanye Make It 16 New Zealand, Sanat Singh, mengatakan bahwa dia cukup mencemaskan hasil keputusan pengadilan.

“Ini adalah hari yang besar. Ini akan menjadi sejarah tidak hanya untuk kampanye kami tetapi juga untuk negara ini,” ungkapnya.

Singh mengatakan bahwa isu-isu eksistensial seperti perubahan iklim, pemulihan pandemi dan keadaan demokrasi adalah hal-hal yang akan paling mempengaruhi kaum muda.

Sebab itulah ia mengatakan bahwa penting untuk melibatkan anak muda dengan andal dalam menentukan masa depan mereka.

“Itulah mengapa saya berpikir bahwa sangat penting untuk melibatkan semua orang untuk memastikan kita dapat memiliki masa depan yang lebih kuat,” kata perempuan yang masih berusia 18 tahun itu.

Partai Hijau liberal New Zealand mengatakan bahwa mereka mendukung perubahan yang digagaskan oleh Ardern mengenai penurunan usia pemilih.

“Orang-orang mudah berhak untuk memiliki suara dalam keputusan yang mempengaruhi mereka, baik sekarang maupun di masa depan,” kata Golriz Ghahraman, juru bicara reformasi pemilihan paritta.

Memiliki pandangan berbeda, dua partai oposisi konservatif utama New Zealand mengatakan bahwa mereka menentang perubahan tersebut.

“Itu bukanlah sesuatu yang kami dukung. Pada akhirnya, kita harus menarik garis di satu tempat, dan kami sudah nyaman dengan garis terbawah usia pada 18 tahun,” ungkap Christopher Luxon, pemimpin partai oposisi.

Perlindungan terhadap diskriminasi usia di New Zealand sendiri berada di garis 16 tahun. Para hakim Mahkamah Agung juga mengatakan bahwa mereka akan gagal untuk menunjukkan hal tersebut jika penetapan batas usia pemilih ada di 18 tahun.

Usia pemilih di New Zealand sebelumnya berubah dari 21 tahun menjadi 20 tahun pada tahun 1969. Negara itu kemudian mengubahnya menjadi 18 tahun pada tahun 1974 hingga sekarang.

(MIC/FAU)