Peraturan, Kewajiban Hingga Sanksi dalam Peredaran Obat di Indonesia

Pengaturan peredaran obat di Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku.

ANDALPOST.COM – Obat merupakan kebutuhan bagi seseorang ketika sakit melanda. Belakangan ini ada beberapa obat sirup yang dihentikan peredarannya dari pasaran. Penghentian ini terjadi karena dampak negatif atas obat-obatan tersebut saat dikonsumsi. 

Di Indonesia peraturan mengenai perizinan obat-obatan terbilang cukup ketat dan melalui berbagai proses sehingga suatu obat dapat beredar di pasaran. Pengaturan mengenai izin peredaran obat-obatan diatur dari undang-undang hingga peraturan Badan Pengawasan Obat dan Pangan (BPOM). 

Pemerintahan Indonesia secara tegas mengatur bahwa segala obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik hingga alat kesehatan harus mendapat izin sebelum beredar di masyarakat. Pengaturan ini tertuang pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

Kemudian pada undang-undang yang sama tepatnya sejatur sembilan puluh tujuh menerangkan tentang saksi yang didapat saat seseorang yang mengedarkan atau memproduksi obat-obatan yang tanpa adanya izin dari lembaga terkait. 

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada pasal 16 ayat (1) dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak rp 1.500.000.000.”

Berdasarkan undang-undang ini secara jelas bahwa perkara pelanggaran dalam peredaran obat-obatan tanpa izin dapat dikenakan sanksi yang bukan main-main.

Peredaran Obat-obatan Secara Daring

Pada era sekarang dengan kemajuan teknologi kita dapat dengan mudah mendapatkan apapun dengan menggunakan handphon. Kemudahan ini juga berlaku untuk mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan. 

BPOM pada tahun 2020 menetapkan peraturan tentang peredaran obat-obatan secara daring demi melindungi masyarakat dari peredaran obat-obatan ilegal. Disisi lain, pengaturan ini juga guna mengendalikan peredaran obat-obatan di ranah dunia maya. 

Pengaturan oleh BPOM dituangkan pada Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 ini mengatur mengenai pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan penyaluran dan/atau penyerahan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan olahan dengan menggunakan media transaksi elektronik dalam rangka perdagangan.

Pada peraturan BPOM ini setiap industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang besar farmasi cabang, dan apotek wajib memberikan laporan mengenai hal-hal yang harus disiapkan. “ laporan itu memuat nama dan alamat perusahan atau industri farmasi ini berada, tanggal peredaran obat, nama website penjualan, daftar obat yang dijual, hingga transaksi yang berlangsung.” secara jelas tersirat dalam aturan BPOM tersebut. 

Kemudian website  atau Uniform Resource Locator (URL) harus mampu  menginformasikan beberapa hal sebagai berikut : 

  1. Mampu menginformasikan secara benar paling sedikit mengenai mengenai nama apotek penyelenggara sesuai izin, izin Apotek penyelenggara, pemilik sarana, nama apoteker penanggung jawab, nomor surat izin praktik apoteker penanggung jawab, alamat dan nomor telepon Apotek penyelenggara, lokasi sistem pemosisian global; dan nama dagang/generik, zat aktif, kekuatan, isi kemasan dan nomor izin edar produk.
  2. Menjamin akses dan keamanan penggunaan sistem oleh pengguna sesuai dengan otoritas yang diberikan;
  3. Menyediakan sistem backup data secara elektronik;
  4. Dapat diakses oleh Pengawas sewaktu-waktu;
  5. Menyediakan fungsi pengecekan dan pencarian secara otomatis dan berurutan mengenai pemesanan Obat oleh pasien kepada Apotek penyedia, berdasarkan pertimbangan berupa kelengkapan atau ketersediaan Obat, keterjangkauan/lokasi terdekat dengan pasien; dan/atau harga Obat.
  6. Menyediakan fungsi penyampaian Resep elektronik dan salinan Resep elektronik;
  7. Menyediakan fungsi salinan Resep elektronik;
  8. Menyediakan pemberian pelayanan informasi Obat sesuai dengan label;
  9. Menyediakan fungsi komunikasi real time antara pasien dengan apoteker; dan
  10. Menampilkan informasi kewajiban menyerahkan Resep asli Obat keras oleh pasien.

(GEM/FAU)