Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

RUU Kesehatan Dianggap Diskriminatif Terhadap Kaum Disabilitas dan Pemilik Penyakit Kronis

Sidang paripurna DPR Februari untuk pengesahan RUU Kesehatan sebagai UU Inisiatif DPR. | Sumber: YouTube - DPR RI

ANDALPOST.COM – RUU kesehatan dianggap oleh sejumlah anggota yang bekerja pada koalisi penyandang disabilitas dan juga pemilik penyakit kronis, sebagai diskriminatif.

Sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang ini juga dinilai memiliki potensi untuk memiskinkan penyandang disabilitas.

Fatum Ade, sebagai koordinator divisi Advokasi Perhimpunan Jiwa Sehat mendesak pemerintah untuk segera membuka kembali ruang partisipasi publik. Hal tersebut agar dapat memahami substansi yang diatur dalam RUU.

Ade memberi kritik atas pembentukan dan isi muatan RUU Kesehatan, ia menganggap bahwa ruang partisipasi dalam pembuatan RUU ini sangat singkat.

Dalam siaran pers koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas dan Organisasi Penyakit Kronis dan Langka yang dilakukan pada Minggu (10/3). Fatum Ade menyatakan desakannya untuk pemerintah segera membuka kembali partisipasi publik.

Penyandang disabilitas. | Sumber: GEOTIMES

“Koalisi yang beranggotakan organisasi penyandang disabilitas serta organisasi untuk penyakit kronis dan langka. Menyatakan sikap agar pemerintah membuka kembali ruang untuk masyarakat berpartisipasi. Bahkan seharusnya Pemerintah mempublikasikan pasal-pasal apa saja yang akan diatur dengan bahasa yang sederhana,” ujarnya. 

Koalisi isi menemukan terdapat sejumlah pasal dalam draf RUU Kesehatan per 7 Februari 2023, yang memerlukan koreksi karena diskriminasi yang terkandung di dalamnya.

Contohnya, pada Pasal 4 Ayat (3), Pasal 135 Ayat (2), Pasal 245 Ayat (3) Huruf c, Pasal 104 Ayat (5), dan Pasal 109 Ayat (1).

Pasal 4 Ayat (3)

Salah satu isi contohnya adalah Pasal 4 Ayat (3), yang berbunyi:

Hak menerima atau menolak (layanan kesehatan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f tidak berlaku pada:

  1. Penderita yang penyakitnya dapat secara cepat menular kepada masyarakat secara lebih luas;
  2. Keadaan KLB atau Wabah
  3. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
  4. Seseorang yang mengalami gangguan mental berat.

Pasal ini dinilai diskriminatif karena menganggap bahwa para penderita gangguan mental psikososial kehilangan hak untuk menolak dan/atau menerima perawatan kesehatan seperti ingin dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. 

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.