ANDALPOST.COM – Kejaksaan Agung telah mengeluarkan taksiran korupsi Base Transceiver Station (BTS) Bakti yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Infortika RI (Kominfo). Taksiran korupsi yang dikeluarkan oleh Kejagung bahkan tidak sedikit yaitu mencapai Rp 8 triliun.
Proyek BTS Bakti Kominfo
Program pemerintah yang diamanahkan kepada Kominfo yaitu membangun BTS Bakti sebanyak 4.200 pada tahun 2021 lalu. Adanya program tersebut ditujukan agar program pemerintah berupa Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dapat dijangkau oleh setiap pelaku UMKM/KIM onboarding.
“Tahun 2021 akan membangun 4.200 BTS di setiap desa. Untuk sekarang setiap puskesmas di tiap desa sudah ada da ini hal yang baik,” ujar Johnny G Plate selaku Menkominfo sebagaimana dikutip dari situs resmi Kominfo, Selasa (16/5/2023).
Pengadaan infrastruktur BTS ini bahkan difokuskan di wilayah 3T dan dikerjakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo. Sedangkan, wilayah non-3T dilakukan oleh operator seluler.
“Bakti akan menyelesaikan pembangunan di 9.113 desa dan kelurahan, mulai dari tahun 2020 ini 1.209 desa dan kelurahan, tahun 2021 sebanyak 4.200 desa dan kelurahan, dan tahun 2022 ada 3.704 desa dan kelurahan. Sehingga seluruhnya 9.113 desa dan kelurahan itu bisa selesai dibangun pada 2022 nanti atau menghadirkan sinyal 4G di wilayah 3T,” tutur Johnny.
Awal Mula Korupsi
Dari Informasi di atas diketahui bahwa pembangunan BTS sudah dimulai oleh Kominfo sejak tahun 2020 lalu. Pembangunan yang direncanakan secara bertahap ini akhirnya diterpa isu miring sejak akhir tahun 2022 lalu.
Awal mula terbongkarnya kasus ini ialah saat Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) melakukan penggeledahan di kantor Kominfo.
Dari penggeledahan tersebut ditemukan sejumlah dokumen penting yang cukup untuk menjadi bahan bakar penyidik untuk menggali lebih banyak lagi. Taksiran awal tim penyidik ialah kerugian Rp 1 Triliun untuk negara.
“Sampai saat ini untuk dugaan kerugian masih perhitungan dari teman-teman penyidik sekitar Rp 1 triliun dari jumlah Rp 10 triliun (nilai kontrak),” kata Sumedana di Jakarta, Rabu (16/11/2022), seperti dikutip Kompas.com dari Antara dan Kompas TV.
Namun pada Senin (15/5/2023) Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh mengungkapkan, laporan perkara ini diperoleh dari perhitungan pihaknya yang kemudian, diserahkan ke Kejaksaan Agung. Dari situ kerugian negara naik drastis dari taksiran awal menjadi Rp 8 Triliun.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.