ANDALPOST.COM – Dikarenakan tidak mau mengikuti peraturan ‘disinformasi’ (hoax) yang berlaku di Eropa, platform media sosial milik Elon Musk, yakni Twitter terancam dilarang di Eropa.
Diketahui, Menteri Informasi Digital Prancis, Jean-Noël Barrot, mengancam hal tersebut baru-baru ini pada Senin (29/05/2023).
Ini terjadi, ketika ia berbicara tentang pentingnya mengikuti peraturan demi melawan disinformasi dalam media sosial.
“Disinformasi adalah salah satu ancaman paling parah, yang membebani demokrasi kita,” kata Barrot dalam sebuah wawancara.
“Twitter, jika berulang kali tidak mengikuti aturan kami, akan dilarang dari Uni Eropa,” lanjutnya dengan tegas.
Kebijakan Uni Eropa Terkait Disinformasi
Diketahui, komentar Barrot terkait disinformasi itu diungkapkan, karena Twitter menarik diri dari ‘buku peraturan sukarela’ yang selama ini telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar. Antara lain seperti Meta, Alphabet dan Microsoft.
Akan tetapi, partisipasi dalam peraturan sukarela tersebut memang tidak wajib.
Namun, peraturan tersebut tetap dibuat untuk memfasilitasi kewajiban yang harus diikuti oleh setiap perusahaan teknologi.
Alhasil, peraturan sukarela yang ada digunakan untuk menetapkan Undang-Undang Layanan Digital, yang dilaporkan mulai berlaku pada bulan Agustus di Uni Eropa (UE).
Dalam tweet yang mengumumkan penarikan Twitter dari peraturan sukarela, Komisaris Pasar Internal UE, Thierry Breton menegaskan kembali terkait kebijakan ini.
Dia menyatakan, bahwa semua situs media sosial akan secara hukum diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah untuk memerangi disinformasi.
Alhasil, Undang-Undang Layanan Digital yang mulai berlaku 25 Agustus nanti harus dipatuhi. Jika tidak, platform harus menghadapi denda hingga 6 persen dari pendapatan tahunan mereka.
“Kewajiban tetap ada. Anda bisa lari tapi tidak bisa bersembunyi,” tulis Breton.
“Tim kami siap untuk menegakkan hukum,” sambungnya.
Tanggapan Elon Musk
Selanjutnya, sebuah akun di Twitter berusaha menentukan apakah keputusan Musk untuk menarik diri itu benar atau tidak.
“Ini adalah situasi yang bisa disebut dengan lesser than two evils,” tulis akun di Twitter tersebut.
Di sisi lain, akun Twitter @TRHLofficial, menyatakan bahwa seluruh masalah yang ada terkait disinformasi ini berasal dari sifat otoriterisme (diduga negara).
Musk pun menanggapi postingan tersebut, membenarkan bahwa itu “persis” alasannya.
Sebelumnya, Musk sendiri telah mengumumkan bahwa ia membeli platform berlogo burung biru ini dengan alasan transparansi, di mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi.
Selain itu, dia juga sempat mengekspresikan bahwa Twitter, rencananya akan menjadi sumber berita dan sarana untuk melawan disinformasi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.