ANDALPOST.COM – Menjelang HUT RI ke-78, Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan kolaborasi dengan lembaga-lembaga pemerintah guna menurunkan angka stunting di Indonesia, Rabu, (12/7/2023).
Kolaborasi tersebut dilakukan atas dorongan fakta yang tidak terelakkan bahwa sekitar 21,6 persen anak Indonesia mengalami stunting.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), stunting merupakan gangguan perkembangan pada anak. Gangguan tersebut disebabkan adanya gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Kemudian, WHO juga mencatat bahwa angka stunting di Indonesia telah mengalami penurunan setiap tahunnya sejak 2016.
Organisasi itu juga mencatat bahwa pada masa-masa pandemi COVID-19, Indonesia tetap bisa menurunkan angka stunting. Penurunan tersebut diketahui cukup signifikan dalam rentang tahun 2021 hingga 2022.
Pada rentang waktu tersebut, Indonesia telah menurunkan sebesar 2,8 persen. Pada tahun 2021, angka stunting anak Indonesia mencapai 24,4 persen dan menurun menjadi 21,6 persen pada tahun 2022.
Penurunan angka stunting pada anak Indonesia membuat pemerintah mendorong Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lakukan kolaborasi.
Pemerintah Indonesia meminta BKKBN menjadi peran utama dalam upaya mendorong penurunan stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Penurunan sebesar 14 persen di tahun 2024 tersebut dapat mencapai potensi Indonesia sebagai generasi maju dan sehat di tahun 2045.
Langkah Strategis BKKBN
Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, “Angka stunting mengalami penurunan signifikan justru di saat masa-masa COVID-19. Ini karena adanya kerja yang intens antara BKKBN, lembaga-lembaga terkait, dan pemerintah daerah.
Dimana dalam kerangka kerja sama ini, penyuluhan terkait stunting selalu dikaitkan dengan penyuluhan COVID-19,” katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9.
Kemudian, dalam mengimplementasikan upaya tersebut, BKKBN sendiri memiliki dua langkah strategis.
Pertama, mengidentifikasi siapa yang harus menjadi target pencegahan stunting. Hal ini dapat dilakukan melalui intervensi sejak calon pengantin, ibu hamil, dan ibu yang memiliki anak balita.
Kedua, bentuk intervensi yang dibagi menjadi dua bentuk. BKKBN mengungkapkan bentuk tersebut yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Lebih lanjut, BKKBN mengungkapkan bahwa intervensi spesifik merupakan pemenuhan gizi yang disalurkan melalui makanan tambahan serta penemuan protein pada balita.
Sementara itu, intervensi sensitive mencakup perbaikan lingkungan keluarga, akses air bersih, dan rumah layak huni.
Melalui dua strategis tersebut, Sukaryo Teguh menegaskan tentang lima pilar dalam upaya.
Pilar pertama, komitmen kepemimpinan secara berkelanjutan.
Kedua, literasi kepada masyarakat yang berupa komunikasi perubahan perilaku.
Melalui pilar kedua tersebut kader-kader penyuluh kesehatan diharapkan untuk terus aktif melakukan proses pendampingan.
Ketiga, keterlibatan lintas sektor.
Keempat, pemenuhan gizi yang dilakukan dengan memastikan pemenuhan kebutuhan gizi dengan mudah, murah, dan cepat.
Terakhir adalah memperkuat sistem pemantauan evaluasi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.