ANDALPOST.COM – Sejak diresmikannya UU Kesehatan yang baru, hal tersebut telah menuai banyak kontroversi atas poin-poin yang terdapat didalamnya.
Salah satu poin yang banyak menjadi perbincangan adalah penghapusan mandatory spending, yang merupakan pengeluaran, atau belanja negara yang diatur undang-undang.
Pengaturan pengeluaran dalam bidang kesehatan tersebut pun menuai kontroversi setelah pencabutan besaran yang akan diterima bidang kesehatan.
Yang dimana, mandatory spending tidak lagi diambil sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD dalam proses pengelolaan keuangan.
Hal tersebut semakin simpang siur, ketika banyak pihak yang mengaitkan pengeluaran biaya tersebut akan mengganggu proses pembiayaan dalam BPJS Kesehatan.
Akan tetapi, hal tersebut dibantah oleh pihak Kementerian Kesehatan pada (09/08/2023), yang mengatakan bahwa penghapusan tersebut tidak akan mengganggu BPJS.
Tanggapan Kemenkes
Melalui juru bicara Kementerian Kesehatan, dr. M. Syahril menjelaskan bahwa penghapusan tersebut bukan berarti hilangnya dana bagi anggaran kesehatan.
Akan tetapi, anggaran akan lebih tersusun secara rapi berdasarkan proses perencanaan yang jelas yang tertuang dalam rencana induk kesehatan.
Hal tersebut akan menyebabkan penggunaan anggaran yang lebih efektif dan efisien karena berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan dicapai.
Hal ini juga sempat dijelaskan oleh Menteri Kesehatan setelah UU Kesehatan diresmikan. Yakni, Menteri Budi meyaknikan bahwa hal tersebut adalah langkah yang sepatutnya diambil.
Masyarakat tidak perlu merasa cemas bahwa pemerintah akan mengalokasikan dana yang terbatas untuk sektor kesehatan.
Menurutnya, penghilangan mandatory spending justru memiliki dampak positif pada anggaran, karena tidak perlu lagi mengalokasikan dana untuk hal-hal yang tidak jelas.
Hal tersebut dikarenakan tujuan pengeluaran dana menjadi jelas sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
“Kalau mandatory spending itu terkait dengan belanja yang wajib untuk membiayai program-program kesehatan seperti pencapaian target stunting, menurunkan AKI, AKB, mengeliminasi kusta, eliminasi TBC, dan juga penyiapan sarana prasarana,” ujar Syahril.
“Sementara terkait upaya pendanaan kesehatan perseorangan dalam program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS tidak terkait dengan mandatory spending dalam UU kesehatan tidak ada perubahan pengaturan terkait BPJS Kesehatan. Sehingga informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan,” tambahnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.