ANDALPOST.COM — Changpeng Zhao, CEO Binance, bursa mata uang kripto terbesar di dunia, telah mengaku bersalah atas tuduhan pencucian uang.
Hal ini terjadi sebagai bagian dari penyelesaian komprehensif dengan pemerintah AS. Di mana mencakup sanksi finansial yang signifikan dan persetujuan Zhao untuk mundur sebagai CEO.
“Saya melakukan kesalahan, dan saya harus bertanggung jawab. Ini yang terbaik untuk komunitas kami, untuk Binance, dan untuk diri saya sendiri”, ujarnya dalam postingan di X pada Rabu (22/11/2022).
Departemen Kehakiman Amerika Serikat melontarkan tuduhan serius terhadap Binance, menuduh bahwa pertukaran tersebut mengizinkan transaksi dengan kelompok teroris, termasuk Hamas.
Platform ini memfasilitasi transaksi senilai hampir $900 juta (Rp 13 Triliun) antara pengguna AS dan Iran. Serta transaksi jutaan dolar yang melibatkan pengguna Amerika Serikat dan mitranya di Suriah, Krimea, Donetsk, dan Luhansk, wilayah yang berada di bawah pendudukan Rusia.
“Binance memungkinkan hampir $900 juta transaksi antara pengguna AS dan Iran, dan memfasilitasi transaksi jutaan dolar antara pengguna AS dan pengguna di Suriah, dan di wilayah Krimea, Donetsk, dan Luhansk yang diduduki Rusia di Ukraina”, kata seorang juru bicara.
“Antara Agustus 2017 dan April 2022, terdapat transfer langsung sekitar $106 juta (Rp 1,6 Triliun) dalam bentuk bitcoin ke dompet Binance.com dari Hydra. Hydra adalah pasar darknet Rusia yang populer, sering digunakan oleh penjahat, yang memfasilitasi penjualan barang dan jasa ilegal,” lanjut Departemen Kehakiman.
Tuduhan kepada Sang CEO
Selain itu, Departemen Keuangan menuduh Binance melanggar sanksi terhadap Iran dan memungkinkan transaksi keuangan terlarang.
Sebagai akibat dari tuduhan ini, Binance telah setuju untuk membayar denda dan penyitaan sebesar $4.3 miliar (Rp 66 Triliun).
Dari jumlah tersebut, $1,8 miliar merupakan denda pidana, dan tambahan $2,5 miliar akan hangus.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.