ANDALPOST.COM – Kanker payudara dan leher rahim menjadi penyumbang kasus kanker terbanyak di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu.
Mengutip data tahun 2020, kanker payudara mencatatkan angka 65.858 kasus atau setara 16,6 persen dari total kasus kanker. Sementara kanker leher rahim sebanyak 36.663 kasus.
Menurutnya, kondisi tersebut praktis menjadi beban kesehatan. Bukan hanya angka kasusnya yang cukup tinggi, tetapi juga karena biaya.
“Data BPJS tahun 2020 mencatatkan kanker merupakan penyakit dengan pembiayaan terbesar kedua, sekitar Rp3,5 triliun,” kata dr. Maxi dalam Press Briefing: Hari Kanker Sedunia 2023, Kamis (2/2).
Untuk itu ia pun menyampaikan bahwa secara nasional Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menjalankan sejumlah program.
“Untuk kanker leher rahim, melakukan deteksi menggunakan metode IVA khususnya bagi wanita pada usia 30-50 tahun yang sudah melakukan hubungan seksual dengan interval pemeriksaan setiap tiga tahun,” jelas dr. Maxi.
Metode HPV DNA
Melengkapi metode IVA, ia mengatakan mulai tahun 2023 ini akan diterapkan metode baru bernama HPV DNA. Metode ini diklaim mampu mendeteksi kanker lebih dini dibanding IVA.
“Mulai tahun ini kita punya metode baru. Pak Menkes juga setuju, menggunakan teknologi terbaru HPV DNA. Itu bisa menggunakan PCR yang sudah kita miliki. Kita sudah mulai piloting bulan Februari ini di DKI Jakarta,” lanjutnya.
Ia mengatakan juga telah menjalankan langkah preventif melalui pemberian imunisasi HPV bagi anak-anak perempuan di usia sekolah dasar, yang saat ini mencakup hingga enam provinsi.
“Kita sudah mulai perluas imunisasi HPV ini. Kita harapkan sebelum 2024 sudah national wide dari yang sekarang baru 4-6 provinsi,” imbuhnya.
Sementara untuk kanker payudara, Kemenkes masih akan berfokus kepada implementasi dari kampanye Periksa Payudara Sendiri (Sadari) yang dilakukan secara mandiri setiap bulan.
Selain itu juga dilakukan Periksa Payudara Secara Klinis (Sadanis) oleh tenaga kesehatan setiap tiga tahun.
“Penemuan kanker payudara secara dini, diikuti dengan penanganan yang cepat dan tepat, akan meningkatkan angka kesembuhan pasien dan menekan angka mortalitas,” lanjutnya.
Guna melengkapi dua metode pendeteksian dini tersebut, Kemenkes juga telah melakukan persiapan untuk menjalankan pemeriksaan menggunakan metode USG di tingkat Puskesmas.
“Pak Menkes sudah instruksikan persiapan dan melakukan pemeriksaan dengan USG. Itu bisa dilakukan di Puskesmas. Saat ini kita sudah punya alat USG untuk kebutuhan ibu hamil, dan itu bisa dimanfaatkan untuk pemeriksaan kanker secara dini,” jelas dr. Maxi.
Terakhir, dr. Maxi mengatakan kalau kemkes juga akan memasukkan deteksi dini sebagai salah satu langkah penanggulangan kanker ke dalam Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) BPJS guna meringankan beban masyarakat.
“Kami juga punya program melakukan deteksi dini penyakit tidak menular, salah satunya untuk IVA, sampai di tingkat Puskesmas dan Posyandu. Itu gratis. Ke depan Pak Menkes sudah sampaikan medical check up dimasukkan juga ke BPJS,” lanjutnya
Selain dua jenis kanker di atas, dr. Maxi juga menyampaikan kasus kanker anak, khususnya leukemia ikut menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian para orang tua dalam mengenali gejala dan tanda kanker pada anak. (lth/fau)