ANDALPOST.COM – Asosiasi Tenis Wanita atau The Women Tennis Association (WTA) kembali menggelar acara setelah melakukan pemboikotan pada tahun 2021.
Pemboikotan tersebut dikarenakan adanya kekhawatiran untuk melindungi keselamatan dari salah satu pemain tenis bernama Peng Shuai. Bersatunya WTA untuk berada di sisi Peng dan mengkhawatirkan keselamatannya dikarenakan terdapat sebuah statement yang dikeluarkan oleh Peng mengenai pelecehan seksual yang pernah ia alami.
Dalam statement melalui sosial media pada November 2021 tersebut, Peng mengungkapkan bahwa dirinya dilecehkan oleh seorang pejabat negara China. Ia dipaksa untuk melakukan hubungan intim. Hal tersebut langsung mendapat tanggapan dari otoritas China.
Tanggapan tersebut sempat membuat Peng menghilang untuk beberapa saat dari pandangan publik. Dirinya yang aktif pada dunia olahraga pun sudah mulai tidak terlihat lagi keberadanya ketika masalah tersebut mencuat.
Hal yang menimpa Peng menjadi sebuah keprihatinan dari WTA dan memutuskan untuk tidak melakukan acara mereka di Beijing pada 2021. Keputusan mereka untuk tidak menggelar acara di Beijing mendapat respon positif dari masyarakat.
Hingga keputusan dalam sebuah statement oleh WTA bahwa pada tahun ini akan kembali menggelar acara mereka di China.
“Setelah 16 bulan ditangguhkan kompetisi tenis di China dan upaya berkelanjutan untuk memenuhi permintaan awal kami. Situasinya tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan,” terang pernyataan WTA.
Tanggapan Terhadap Keputusan WTA
Berbagai pendapat muncul ketika WTA memutuskan untuk kembali memba acara merek ke Republik Rakyat Tiongkok. Hal ini mendapatkan perhatian seorang peneliti senior Tiongkok di Human Right Watch’s, Yaqiu Wang, ia memberikan tanggapannya.
Wang menjelaskan bagaimana WTA sudah sepantasnya mendapat pujian atas apa yang mereka putuskan atau tindakan yang mereka ambil. Bagaimanapun pastinya dukungan masyarakat berlandaskan pada perlawanan yang tepat terhadap kejahatan atau pelecehan seksual yang terjadi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.