ANDALPOST.COM – Baru-baru ini CEO Twitter, Elon Musk, menggegerkan dunia perihal pernyataannya tentang teknologi Artificial Intelligence (AI) buatan Amerika. Ia memberi pernyataan tentang bahaya teknologi kecerdasan buatan itu terhadap kehidupan manusia di masa mendatang.
Bagi kalangan pengamat teknologi, hal tersebut tentunya bukan suatu ancaman yang biasa.
“Pegang ucapan saya, Artificial Intelligence lebih berbahaya daripada nuklir,” jelas Elon Musk dalam acara South by Southwest (SXSW) 4 tahun yang lalu.
Pada awalnya teknologi kecerdasan buatan ini diklaim bisa membantu pekerjaan manusia. Namun, tidak dengan pernyataan para peneliti dari Oxford University dan Google Deepmind.
Menurut mereka, kecerdasan buatan ini bisa merusak bahkan memusnahkan peradaban manusia. Informasi ini disampaikan melalui laporan dari Al Magazine.
“Ada resiko besar terkait kecerdasan buatan ini, yang bisa mengganggu dan merusak populasi manusia,” ungkapnya.
Michael Cohen, melalui cuitan dalam akun Twitternya menyatakan bahwa kemungkinan dampak negatif yang dihasilkan dari AI lebih besar daripada positifnya. Selain itu, angka pengangguran juga akan terus meningkat karena adanya AI ini.
Hasil survei Julian Michael di New York University Center for Data Science menyatakan bahwa dampak buruk dari AI bisa dirasakan kalangan manusia sebelum 2030. Hal ini disebabkan karena AI sudah masuk hampir di kehidupan sehari-hari seperti rumah, bangunan, kantor hingga mobil.
Akan tetapi, yang paling berbahaya adalah ketika AI digunakan dalam sistem militer. Area drone bersenjata dalam skala besar yang dikendalikan oleh AI dapat menyerang hingga ke pangkalan laut maupun udara dengan cepat.
Apabila AI benar-benar digunakan dalam sistem militer, maka tidak ada manusia yang mau melawannya, ungkap senior jenderal Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Daily Star (7/10/2022), menurut jendral John Murray, kepala komando masa depan angkatan darat AS, bahwa manusia dipaksa membuat keputusan ketika berada di bawah kawanan drone, namun diyakini tidak ada satu manusia pun yang dapat mengikutinya.
Selain dalam bidang militer, keunggulan teknologi AI ini akan menjalar ke basis pekerjaan sehari-hari manusia. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian seorang profesor dari Universitas Oxford.
Pada 2013, Nick Boston menamakan riset ini sebagai kemajuan masa depan dalam bidang Artificial Intelligence. Hasil risetnya bervariasi, namun pada umumnya menunjukkan bahwa kemungkinan di tahun 2040 robot dengan kecerdasan buatan akan memiliki tingkat kepintaran yang jauh lebih hebat dibanding manusia.
Penelitian dengan hasil yang sama juga dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT). Pada tahun yang sama mereka mengemukakan bahwa kecerdasan buatan yang paling cerdas pada tahun 2013 yaitu rata-rata IQ AI setara dengan anak berumur empat tahun.
Mereka juga menyatakan bahwa di tahun 2029, kecerdasan buatan itu akan memiliki rata-rata IQ setara dengan kecerdasan orang dewasa.
Jika, pada tahun 2013 saja kecerdasan buatan telah menunjukkan kemajuan yang sedemikian canggihnya, itu berarti ada kemungkinan besar jika beberapa puluh tahun kemudian majunya kecerdasan buatan akan sangat meningkat.
Bukan tidak mungkin nantinya manusia dapat tergantikan oleh teknologi-teknologi AI tersebut. Dalam artian teknologi berupa kecerdasan buatan itu bisa mengambil alih tenaga profesional manusia dalam dunia kerja.
Saat ini, di tahun 2022 sendiri sudah banyak teknologi-teknologi yang mulai berkembang, seperti robot pengantar makanan yang telah menggantikan pekerjaan seorang waiters.
(NFK/MIC)