Sebetulnya, dukungan untuk hak-hak gay (salah satu komunitas LGBTQ+) memang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Tetapi, khususnya di Amerika Serikat, penerimaan hak-hak LGBTQ+ ini justru sulit untuk dilakukan, dan diberikan kepada kelompok trans, serta sering diperdebatkan.
Menurut Survey Wall Street Journal dan Norc
Berdasarkan survei dari Wall Street Journal dan Norc pada bulan Maret, ada sekitar 43 persen orang dewasa, yang mengatakan bahwa masyarakat telah “kelewatan” dalam menerima orang-orang transgender.
Kemudian, sekitar 33 persen masyarakat mengatakan bahwa mereka “belum bertindak cukup jauh”, dengan 23 persen mengatakan mereka telah bereaksi “tentang hal yang benar”.
Lalu, mengenai orang-orang yang menerima lesbian, gay, atau biseksual, 29 persen orang mengatakan bahwa masyarakat telah “melangkah terlalu jauh”.
Sebelumnya, kampanye untuk mendukung hak LGBTQ+ ini dianggap memiliki risiko rendah.
Tetapi, hal tersebut justru sekarang menuai amarah dari para pendukung nilai yang sebaliknya.
Adanya amarah ini, tentu saja memunculkan adanya kekacauan purchase requisition, yang dapat merugikan penjualan perusahaan.
Jared Todd, seorang sekretaris pers di Yayasan Kampanye Hak Asasi Manusia, mengatakan bahwa
“Persekutuan terkadang tidak nyaman. Saya rasa orang-orang tidak cukup menyadari hal itu.” ujar Jared Todd.
Namun, mereka sebagai pelaku usaha, contohnya Anheuser-Busch, menyadari akan hilangnya posisi di HRC Foundation’s Best Places to Work for LGBTQ+.
Tidak hanya itu, Gubernur California, Gavin Newsom, telah memanggil CEO Target karena telah “menjual komunitas LGBTQ+” kepada ekstremis. (ala/lfr)