ANDALPOST.COM – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita menyampaikan bahwa Indonesia akan menghadapi musim kemarau yang diprediksi berbeda dibanding tiga tahun terakhir.
“Hingga enam bulan ke depan BMKG memprediksi curah hujan bulanan tahun ini akan relatif menurun dibandingkan curah hujan bulanan selama tiga tahun terakhir,” kata Dwi dalam konferensi pers virtual Pantauan Kondisi Cuaca dan La nina, Jumat (27/1).
Penurunan curah hujan bulanan tersebut mengarah kepada kondisi normal. Dwi menjelaskan bahwa pada tiga tahun terakhir curah hujan bulanan di Indonesia relatif di atas normal, dengan variasi peningkatan hingga 100 persen akibat la nina.
“La nina adalah anomali iklim ketika suhu muka laut Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Sementara itu perairan laut Indonesia relatif hangat,
“Sehingga mengakibatkan terjadi aliran udara basah yang berdampak pada peningkatan curah hujan di indonesia. Ini terjadi sepanjang 2020-2023,” terang Dwi.
La Nina akan Bertahan Hingga Bulan Juli
Ia melanjutkan, BMKG bersama National Climate Expert Forum memprediksi terjadinya peralihan la nina ke fase netral pada periode Februari-April. La nina akan bertahan hingga Juni-Juli 2023, atau juga el nino lemah di semester kedua 2023 dengan persentase kemungkinan 50:50.
Terhadap kemungkinan tersebut, Dwi mengatakan keduanya punya urgensi yang sama untuk diperhatikan. Keduanya sama-sama merupakan kondisi yang baru lagi untuk masyarakat hadapi.
“Selama tiga tahun terakhir kita terbiasa dengan kemarau yang basah, sementara tahun ini akan menjadi netral. Artinya menjadi tidak basah lagi. Kemaraunya menjadi normal seperti tahun 2018. Lebih kering dari tahun 2020-2022. El nino, meskipun lemah, akan menyebabkan pergerakan masa udara basah dari Indonesia ke Samudera Pasifik sehingga akan menjadi lebih kering,” terang Dwi.
Lebih lanjut, Dwi menyampaikan secara umum curah hujan akan mendekati kurang dari 20 mm dalam satu bulan pada Juli 2023 di hampir seluruh wilayah Indonesia.
“Kita harus siap menghadapi fenomena yang relatif lebih kering. Meskipun (saat ini) masih bulan Januari, dan fenomena itu diprediksi mulai bulan Mei, kita harus bersiap sejak dini,” pungkasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.