ANDALPOST.COM – Pecahnya kondisi domestik Indonesia pada tahun 1965 dalam sebuah gerakan yang sering disebut sebagai G30S PKI 1965. Memberikan dampak bukan hanya pada masyarakat dalam negeri, akan tetapi juga para masyarakat Indonesia di luar negeri saat itu.
Para masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri saat itu khususnya bagi mereka yang sedang berada di negara dengan ideologi kiri. Seperti Soviet merasakan dampak akan ketakutan untuk pulang ke tanah air dan disebut sebagai pengkhianat negara.
Mereka pun menjadi WNI eksil imbas perkara tahun 1965. Akan tetapi baru-baru ini terdapat pernyataan dari Presiden Republik Indonesia yakni, Joko Widodo bahwa para eksil yang berjumlah 39 akibat gerakan 30S PKI bukanlah pengkhianat negara.
Eksil 1965
Ketika Partai Komunis Indonesia dihancurkan dan dibubarkan ketika terjadinya kejahatan terhadap hak asasi manusia pada masa lampau tersebut. Beberapa warga negara Indonesia yang sedang berada di negara dengan ideologi Komunis dianggap dan di cap sebagai pengkhianat.
Dimana, pada saat itu kondisi domestik Indonesia. Terjadinya kekerasan hingga pembunuhan para keluarga setiap orang yang memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) di kala itu.
Melihat hal tersebut dengan berkembangnya cap kepada orang orang yang memiliki hubungan dengan PKI dengan pandangan yang buruk. Demikian pula para WNI di negara seperti Soviet yang juga menganut sistem Komunis.
Mereka telah dianggap pengkhianat dan memiliki hubungan dengan sistem komunis seperti PKI. Hal tersebut membuat mereka memiliki ketakutan untuk pulang ataupun pencabutan paspor oleh kedutaan besar di negara tempat mereka tinggal. Oleh karena itu, kedutaaan Indonesia membuat mereka harus tertahan di negara tersebut.
Para eksil tahun 65 itu merupakan para generasi muda kala itu yang sedang melakukan studi akademik. Hingga orang-orang yang hanya pergi ke acara internasionalsaat itu terpaksa tertahan di negara yang mereka kunjungi karena kondisi keamanan nasional yang tidak stabil.
Eksil 65 Korban G30S PKI
Situasi saat itu dikatakan mengesampingkan fakta bahwa tidak semua WNI yang berada di negara Komunis saat itu memang bergerak di bidang politik. Dikatakan juga banyak dari mereka yang memang buta terkait urusan politik dan tidak pernah bekerja dalam sistem Komunis.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.