Seba Baduy sebagai Bentuk Rasa Syukur
Tetua Adat Baduy yang juga seorang Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan, bahwa masyarakat Baduy wajib melaksanakan upacara adat Seba Baduy ini kepada pemerintah daerah setempat.
Wajibnya pelaksanaan upacara ini ke pemerintah dikarenakan Bupati Lebak Iti Octavia telah melindungi hasil pertanian masyarakat Baduy.
Dalam pelaksanaan upacara Seba Baduy ini, mereka memberikan hasil pertanian ladangnya selama satu tahun. Seperti padi huma, buah-buahan, petai, gula merah, pisang, hingga makanan khas adat.
Upacara ritual Seba Baduy ini merupakan puncak dari rangkaian adat masyarakat Baduy setelah menjalani tradisi Kawalu, berupa puasa selama tiga bulan.
Meskipun begitu, kawasan tempat tinggal masyarakat Baduy Dalam tertutup dari kunjungan wisatawan. Sebab wisatawan hanya diperbolehkan mengunjungi perkampungan masyarakat Baduy Luar.
“Dengan Seba Baduy itu tentu dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa juga nilai-nilai toleransi, di mana bangsa ini memiliki keberagaman suku, budaya, sosial, dan agama,” ucap Jaro Saija.
Perayaan Seba Baduy tahun ini dinamakan dengan Seba Gede atau Seba Besar yang dihadiri sekitar sebanyak 1.500 warga Baduy Dalam. Lengkap dengan ciri khasnya yaitu berpakaian putih, celana putih, dan lomar atau kain penutup kepala yang juga berwarna putih.
Bukan hanya itu, warga Baduy Dalam juga dikenal untuk bepergian ke mana pun dengan berjalan kaki, dilarang naik kendaraan. Serta tidak boleh menggunakan barang elektronik apa pun.
Saat ini, warga Baduy Dalam tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik.
Selain masyarakat Baduy Dalam, Festival Seba Baduy juga akan diikuti oleh masyarakat Baduy Luar dengan kekhasan berupa pakaian hitam, celana hitam, dan lomar biru.
Berbeda dengan Baduy Dalam, masyarakat Baduy Luar telah menerima modernisasi, menggunakan internet dan smartphone.
Sehingga mereka dapat berkomunikasi menggunakan media sosial. Mereka juga diperbolehkan menggunakan mobil dan sepeda motor ketika bepergian. (ala/ads)