Dampak Batasan Ekspor Mineral Indonesia
IMF yang menjadi badan untuk memperhatikan perekonomian dunia sudah menghimbau Indonesia untuk berhenti menerapkan kebijakan larangan ekspor mineral.
IMF beralasan bahwa kebijakan Indonesia ini perlu mempertimbangkan masalah analisa biaya dan manfaat.
“Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini,” kata IMF dalam laporannya, Selasa (27/6/2023).
Hal ini tentu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Indonesia. Meski penerimaan tahunan negara jauh berkurang untuk saat ini, Indonesia sendiri berhasil berkembang dengan cepat dalam hilirisasi industri dan juga dalam industri itu sendiri.
Selain itu, alasan utama pemerintah memberlakukan aturan ini ialah sebagai strategi pemerintah. Guna menambah pundi-pundi perekonomian melalui proses penambahan nilai produk.
Hal itu telah terbukti dari larangan ekspor nikel mentah pada 2020 yang memberikan nilai tambah yang terbilang sangat besar.
Contoh saja ekspor besi, pada tahun 2017. Saat Indonesia masih melakukan ekspor biji besi dan baja, Indonesia hanya berhasil meraup keuntungan sekitar 3,3 miliar US Dollar.
Setelah larangan ekspor diberlakukan, realisasi ekspor produk besi dan baja tercatat 27,8 miliar US Dollar. Alias meningkat sangat tajam pada 2022.
Oleh sebab itu, himbauan dari IMF tidak terlalu dipedulikan oleh Pemerintah Indonesia. Staf Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif pun bahkan memastikan sampai saat ini belum ada pembahasan lintas kementerian soal permintaan tersebut. (paa/ads)