ANDALPOST.COM – Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, mengumumkan pada Rabu (07/06/2023), bahwa pemerintah akan menyelenggarakan KTT untuk membahas “risiko terbesar teknologi” AI.
“AI memiliki potensi luar biasa untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik. Tapi kita perlu memastikan itu dikembangkan dan digunakan dengan cara yang aman dan terjamin,” ujar Sunak di Washington menjelang pembicaraan di Gedung Putih dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
“Berkali-kali sepanjang sejarah, kami telah menemukan teknologi baru yang mengubah paradigma dan kami telah memanfaatkannya untuk kebaikan umat manusia. Itulah yang harus kami lakukan lagi.” lanjutnya.
KTT itu diharapkan berlangsung pada musim gugur. Kemudian, juga akan mengumpulkan “negara-negara yang berpikiran sama” untuk membicarakan tanggapan berupa peraturan, menurut juru bicara Sunak, menyusul seruan G7 untuk bertindak di Jepang bulan lalu.
Juru bicara itu membantah bahwa KTT itu dimaksudkan sebagai penyeimbang upaya mengeksploitasi AI untuk tujuan otoriter, oleh negara-negara seperti China dan Rusia.
Selama ini, telah muncul banyak keprihatinan dari ahli terkait ancaman eksistensial AI terhadap kemanusiaan.
Pembuat hukum di seluruh dunia sedang bergegas untuk merancang aturan yang dapat membatasi risiko tersebut.
Terlalu Ambisius
Selain itu, ada pula anggapan yang mengatakan bahwa Inggris sedang mencoba untuk menjadi regulator dunia di masa depan dalam bidang AI.
Banyak yang mempertanyakan kredensial Inggris untuk melakukan hal tersebut.
Yasmin Afina, peneliti di Chatham House’s Digital Society Initiative, mengatakan dia tidak berpikir bahwa Inggris “secara realistis bisa menjadi terlalu ambisius”.
Dia mengatakan, ada “perbedaan mencolok dalam pendekatan tata kelola dan peraturan” antara Uni Emirat (UE) dan AS yang akan sulit untuk berdamai dengan Inggris.
Termasuk dengan sejumlah inisiatif global yang ada, seperti Global Digital Compact PBB, yang memiliki “dasar-dasar yang lebih kuat.”
Afina juga menambahkan bahwa tidak ada perusahaan AI paling perintis di dunia yang berbasis di Inggris.
“Alih-alih mencoba memainkan peran yang terlalu ambisius untuk Inggris dan berisiko mengasingkan dirinya sendiri. Inggris mungkin harus fokus pada mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab dalam penelitian, pengembangan, dan penyebaran teknologi ini,” imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.