“Situasi terkini, terbukti pembentuk UU juga tidak merevisi UU Pemilu untuk klausula calon anggota DPD RI yang mana masih memperbolehkan mantan terpidana korupsi mendaftarkan diri,” lanjut ICW.
Sejatinya, putusan MK melarang pencalonan mantan narapidana korupsi dengan skema pembatasan waktu jeda lima tahun. Namun, ICW menilai sikap Pemerintah dan DPR saat ini masih menginginkan mantan narapidana korupsi kembali mencalonkan diri dan berkompetisi.
“Hal ini tentu bertolak belakang dengan narasi Pemerintah yang kerap kali menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai pijakan utama,” imbuh ICW.
Kondisi pemberantasan korupsi saat ini dinilai timpang dan paradoks dengan ucapan Presiden saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Dunia tahun 2022 lalu.
Kala itu, Presiden mengatakan korupsi adalah pangkal dari berbagai tantangan dan masalah pembangunan.
Namun, Indeks Persepsi Korupsi tahun 2022 yang baru dirilis Transparency International Indonesia (TII) menyatakan Indonesia mengalami penurunan skor dari 38 menjadi 34. Peringkat Indonesia pun terjun dari 96 ke posisi 110.
“Mencermati IPK Indonesia, dapat disimpulkan bahwa untaian kalimat Presiden terkait pemberantasan korupsi hanya sekadar pemanis pidato semata. Rezim Presiden Joko Widodo juga akan dicatat sebagai pemerintahan paling buruk pasca reformasi dalam konteks pemberantasan korupsi. Selain itu, jelang pergantian kekuasaan tahun 2024, Presiden juga gagal mewariskan kebijakan antikorupsi yang baik,” pungkas ICW. (lth/fau)