ANDALPOST.COM – Sudah setahun terakhir, Twitter berjuang menghadapi tuduhan yang mengarah kepadanya. Kasus dugaan bocornya data pengguna Twitter bukanlah hal pertama.
Sejak berdiri, kasus kebocoran data ini telah terjadi beberapa kali. Ini memungkinkan Twitter mendapatkan kesan buruk di penggunanya di seluruh dunia.
Baru-baru ini Twitter kembali diisukan memberikan data penggunanya untuk keperluan komersial. Pihak Komisi Perdagangan Federal menaikkan kembali kasus ini ke persidangan untuk diketahui faktanya lebih lanjut.
Tetapi, Twitter sepertinya sudah lelah menghadapi tuntutan dengan kasus yang sama. Menurut Twitter, pihak yang berwenang di Amerika Serikat seakan-akan telah membuat “tuntutan tanpa henti.”
Twitter Melakukan Pengajuan Banding
Dalam pengajuan ke Pengadilan Distrik AS di San Francisco, Twitter menuduh FTC (federal Trade Commission) bias dan melampaui batas.
Twitter bahkan mengajukan banding sebab pihak pengadilan San Francisco telah mengirim surat menuntut tindakan oleh perusahaan pada tingkat satu minggu sekali sejak miliarder Elon Musk mengakuisisi Twitter pada bulan Oktober.
Sehingga pada pekan lalu, Twitter meminta agar perintah persetujuan dihapus. Twitter juga menuduh senator Demokrat Elizabeth Warren adalah salah satu pihak yang mendesak agensi untuk menyelidiki kebijakan privasi .
Pada Kamis, (20/7/2023), Twitter mengajukan ke pengadilan untuk dipanggilnya Warren sebagai saksi. Pemanggilan Warren ini untuk menjadi jembatan komunikasi agar fakta mengenai Twitter atau pemiliknya Elon Musk antara kantornya dan FTC.
Kantor Warren tidak segera menanggapi permintaan komentar. FTC juga menolak berkomentar. Tidak adanya respon yang diterima membuat Twitter menanggapi permintaan komentar dengan mengirimkan emoji yang tidak layak seperti kotoran sebagai bentuk rasa kecewanya.
Kasus Pencurian Data Twitter
Pada Mei tahun lalu, FTC menjatuhkan hukuman kepada Twitter karena kasus yang sama. Denda sebesar $150 juta atau Rp 2.2 Triliun harus dibayarkan oleh Twitter kepada pihak berwajib karena adanya kebocoran data.
Kasus ini sebenarnya ialah kasus lama yang sudah diselidiki FTC. Cerita dimulai dengan keluhan FTC tahun 2010 terhadap Twitter.
Awal mulanya, kasus dimulai dengan kebajikan Twitter yang memberi tahu pengguna bahwa pengguna dapat mengontrol siapa yang memiliki akses ke tweet mereka dan bahwa pesan pribadi mereka hanya dapat dilihat oleh penerima.
Dari hal tersebut muncul keraguan masyarakat dan juga FTC. Menurut FTC, Twitter tidak memiliki perlindungan yang wajar untuk memastikan pilihan pengguna dihormati.
Kasus berlanjut ke Mei 2013 hingga September 2019, Twitter meminta pengguna untuk Mei 2013 hingga September 2019, Twitter meminta pengguna untuk memberikan nomor telepon atau alamat email mereka untuk tujuan keamanan, seperti mengaktifkan autentikasi multifaktor.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.