ANDALPOST.COM – Belakangan ini munculnya banyak informasi yang beredar secara publik tentang kesehatan mental (mental health). Informasi yang diberikan sering mencantumkan bagaimana gejala-gejala yang akan muncul jika seseorang punya suatu masalah kejiwaan.
Sebagai tambahan, informasi yang tersebar biasanya melalui platform sosial media seperti TikTok, Instagram, Youtube, dll.
Informasi yang disediakan secara umum tersebut memunculkan sebuah reaksi dari masyarakat sebagai konsumen informasi yang cenderung melakukan self-diagnosis atau menentukan penyakit yang dialami secara pribadi.
Riset Kesehatan Mental yang Pernah Dijalani
Untuk melihat keberadaan tren ini, sebuah riset pernah dilakukan oleh Divisi Psikiatri Remaja, Fakultas Kesehatan, Universitas Indonesia pada anak muda dengan rentan usia 16-24 tahun.
Dari hasil riset tersebut didapati, sejumlah 95,4 persen responden dikatakan memiliki gangguan kecemasan dan 88 persen mengalami gejala gangguan depresi.
Dalam blog Kementrian Kesehatan, mendefinisikan self-diagnosis sebagai suatu respon untuk mendiagnosis diri sendiri terkena suatu penyakit berdasarkan pengetahuan sendiri atau setelah membaca informasi di internet yang berkaitan dengan keluhan yang dirasakan.
Hal tersebut sangatlah disayangkan, dimana, kebanyakan berbagai informasi yang disediakan di internet cenderung tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis atau disebut juga sebagai non-evidence-based medicine.
Demikian pula, perilaku seperti demikian dikatakan sangatlah berbahaya.
“Self- diagnosis, dapat menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu dan jika kekhawatiran memburuk, maka dapat mengembangkan gangguan kecemasan,” ujar Kasandra A. Putranto, Psikolog dari Universitas Indonesia.
Self diagnosis terjadi dikarenakan adanya salah persepsi dari para penerima informasi.
Dijelaskan bahwa, depresi tidak sama dengan perasaan sedih karena mengalami hari yang buruk, dan panic disorder tidak sama dengan perasaan kecewa yang tidak mengenakan.
Lalu, kondisi bipolar juga tidak sama dengan situasi hati orang yang moody, dan OCD tidak sama dengan orang yang hidupnya terorganisir.
Selain itu, jenis-jenis gangguan mental lainnya juga seringkali disalah persepsikan oleh masyarakat umum.
Perkembangan Self Diagnosis di Masyarakat
Berkembangnya tren ini disebabkan oleh banyak hal.
Selain karena adanya penyebaran informasi yang semakin pesat, fenomena sosial ini juga terjadi karena sebagian besar orang merasa takut untuk melakukan pengecekan dengan pihak professional seperti psikolog dan psikiater.
Hal itu disebabkan oleh beberapa hal;
- Berkembangnya stigma di masyarakat terkait orang-orang yang terkena masalah mental.
- Masih adanya kecenderungan dalam pola pikir masyarakat melihat penyakit mental sebagai suatu hal yang tabu.
- Biaya pengobatan yang masih dikatakan mahal untuk dilakukan, membuat masyarakat cenderung enggan untuk mendapatkan bantuan professional.