Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Memahami Regulasi dan Posisi Kripto dalam Bertransaksi di Indonesia

Kripto di Indonesia dinilai sebagai aset dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran. (Design by @kenzz.design)

ANDALPOST.COM – Kripto mengalami kenaikan dan penurunan pada awal bulan di penghujung tahun 2022 ini. Isu ekonomi global juga sedikit banyaknya berdampak pada harga jual dan beli yang terus berubah-ubah.

Eksistensi kripto kian hari makin meroket di tanah air. Dibarengi dengan kemudahan transaksi di era digital, penting untuk lebih memahami pengaturan akan kripto ini. Pemahaman akan regulasi ini menjadi penting agar tidak terjadi tindakan ilegal.

Peningkatan eksistensi ini dibuktikan dengan melihat tingginya potensi kripto di Indonesia. Terefleksikan dari data yang dikeluarkan oleh Finder Crypto Adoption pada Agustus 2022 yang menyebutkan bahwa kepemilikan aset kripto orang Indonesia mencapai 29,8 juta.

Jumlah tingkat kepemilikan di Indonesia tersebut dipersentasekan mencapai 16 persen atau lebih tinggi dari rata-rata global 15 persen.

Di Indonesia sendiri ada beberapa lembaga yang memiliki wewenang di bidang keuangan. Mulai dari Bank Sentral, Otoritas Jasa Keuangan, dan lembaga-lembaga lainnya. Namun ternyata lembaga keuangan tersebut tidak memiliki kewenangan terhadap kripto ini.

Untuk kripto sendiri, di Indonesia diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti.

Aset kripto di Indonesia tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran, berbeda dengan beberapa negara yang mengizinkan pembayaran menggunakan aset kripto. Di Indonesia sendiri, kripto digolongkan sebagai sebuah komoditas saja.

Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L. Tobing, Bank Indonesia melarang penggunaan kripto sebagai alat pembayaran. Pelarangan ini didasari model transaksi kripto yang berupa virtual currency. Hal ini diberlakukan terhadap lembaga perbankan maupun non-perbankan.

“Lembaga jasa keuangan tidak dapat menempatkan dana atau investasi dalam bentuk cryptocurrency karena unsur spekulasinya sangat tinggi dan nilainya sangat volatile,” terang Tongman pada Kamis (08/12/2022).

“Sistem cryptocurrency yang anonim membuat pelaku tindak pidana yang memanfaatkan cryptocurrency sulit dilacak, sehingga rentan disalahgunakan untuk kegiatan kriminal,” lanjutnya.

Tongam juga mengatakan bahwa regulasi perdagangan aset kripto memang telah diatur dalam undang-undang perbankan yang berlaku di Indonesia.

Melihat fenomena ini, Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan guna memayungi transisi kripto di Indonesia.

Regulasi ini di bertajuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Cryto Asset).

Dengan adanya peraturan ini, masyarakat perlu memahami bahwa memang penting untuk memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi kripto di Indonesia.

Berangkat dari meluasnya perkembangan kripto di Indonesia menjadi alasan kuat untuk mengeluarkan pertimbangan aturan ini.

Menurut Pasal 1 Permendag No. 99 tahun 2018, Aset Kripto (Cryto Asset) ditetapkan sebagai sebuah komunitas yang dapat dijadikan subjek Kontrak Berjangka yang diperdagangkannya dalam Bursa Berjangka.

Pada ketentuan lain juga menerangkan bahwa Bappebti adalah lembaga yang kemudian memilih kewenangan dalam pengaturan kripto di Indonesia.

(GEM/MIC)