Contoh untuk diikuti, lanjut Tito, adalah Lhokseumawe yang mengambil pasokan cabe dan bawang merah dari daerah surplus Bener Meriah.
“Minggu lalu kita dengar paparan Walikota Lhokseumawe. Dicek oleh Presiden, harga cabe dan bawang merah sangat stabil di bawah harga nasional. Itu karena bekerja sama dengan Kabupaten Bener Meriah yang memiliki produksi cabe dan bawang merah,” kata Tito.
Kementerian Pertanian juga menyampaikan bahwa ketersediaan cabe saat ini surplus. Produksi dalam negeri mencukupi permintaan nasional. Sementara bawang merah mencatatkan defisit.
Oleh karena itu, Tito meminta masing-masing daerah untuk bisa memaksimalkan gerakan tanam serta kerja sama antar daerah guna memastikan ketersediaan. Ia menegaskan hal ini karena importasi hanya perlu diambil sebagai langkah terakhir.
“Bawang merah otomatis harus didukung gerakan tanam dari semua daerah. Importasi adalah langkah terakhir. Untuk cabe disebutkan surplus. Tapi variatif di tiap-tiap daerah. Solusinya bisa melakukan inisiatif kerja sama antar daerah,” ujarnya.
Selain melalui inisiatif dan kerja sama daerah, Tito menyampaikan intervensi pemerintah pusat juga dapat dilakukan. Terutama untuk mobilisasi ketersediaan komoditas dari daerah surplus ke daerah defisit.
“Kalau bukan inisiatif kepala daerah, lakukan intervensi pemerintah pusat baik dari Bapanas dengan mobilisasi dari daerah plus ke minus. Maupun dari Kemendag untuk mengatur mekanisme perdagangan daerah plus bisa menutupi daerah minus,” tutup Tito. (lth/zaa)