Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Pembahasan RUU Kesehatan Diminta Pengurus Besar IDI untuk Dihentikan

Pembahasan RUU Kesehatan Diminta Pengurus Besar IDI untuk Dihentikan
Ratusan tenaga kesehatan melakukan aksi demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/22). (The Andal Post/Aini)

ANDALPOST.COM — Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU)  Kesehatan diminta untuk diberhentikan oleh Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Salah satu poin yang dipermasalahkan pada RUU tersebut adalah perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan dan tenaga medis yang dinilai belum menjamin.

PB IDI juga meminta pemerintah dengan secara serius memperhatikan berbagai penolakan dari berbagai pihak. 

Moh Adib Khumaidi selaku Ketua Umum PB IDI dalam siaran pers pada Minggu (9/4) mengatakan, bahwa seorang pelayan kesehatan memerlukan penjaga profesi sebagai perlindungan hukum.

“Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi undang-undang. Di sinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesi untuk memberi perlindungan hukum. Namun, peranan organisasi profesi dihilangkan,” ucapnya.

Tanpa adanya perlindungan hukum, dikhawatirkan bahwa tenaga kesehatan akan mudah terlibat masalah hukum.

Juga, berkaca dari kematian Mawarti Susanti seorang dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Nabire, Papua, tenaga kesehatan harus diberikan jaminan keselamatan dan keamanan yang bertugas di area konflik.

Tidak hanya itu, pada tahun 2019 kematian tenaga kesehatan juga pernah terjadi kepada dokter Soeko saat kerusuhan di Wamena, Papua Pegunungan (dulu Papua).

Juga, seorang dokter di Manado, Sulawesi Utara, dokter Ayu pernah mengalami kriminalisasi pada tahun 2012.

Perlindungan Tenaga Kesehatan

Perlindungan dan hak imunitas tenaga kesehatan juga perlu dijamin. Salah satunya adalah demi pelayanan kesehatan yang optimal yang diberikan ke masyarakat.

Pelayanan kesehatan memiliki biaya yang tinggi, karena risiko hukumnya juga tinggi. Padahal, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menerapkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang efisien.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.