ANDALPOST.COM – Pemerintah Indonesia dikabarkan telah melirik kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) guna memantau dan melakukan pengaturan lalu lintas di Ibu Kota Jakarta pada Selasa, (25/7/2023).
Kemacetan yang dialami di jalan-jalan raya ibu kota khususnya Jabodetabek menjadi penghambat segala aktivitas masyarakat.
Adapun waktu-waktu kemacetan yang sering terjadi adalah saat pagi hari atau jam berangkat kerja sekitar pukul 06.00 WIB.
Selain itu, titik kemacetan yang paling parah yakni di ruas jalan MT Haryono hingga flyover Grogol pada jam pulang kerja atau sekitar pukul 21.00 WIB.
Pada kedua waktu tersebut, beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih belum mampu mengurai kemacetan di ibu kota.
Kemudian, kondisi lalu lintas di ibu kota Jakarta ini dilaporkan semakin meningkat usai aktivitas kembali normal pasca covid-19.
Bahkan, lembaga pemeringkat lalu lintas kota dunia, Tomtom International BV menyatakan per Februari 2023 bahwa indeks kemacetan Jakarta meningkat pada peringkat 29.
Peringkat tersebut diketahui meningkat dari yang semula di posisi 46 pada tahun 2021.
Data Kemacetan
Tomtom International BC mengidentifikasi rata-rata waktu tempuh dalam perjalanan di Jakarta adalah per 10 kilometer mencapai 22 menit 40 detik.
Lebih lanjut, pihak Tomtom juga menyatakan bahwa tingkat lalu lintas di dunia telah kembali sibuk setelah pandemi covid-19 usai.
Lembaga tersebut juga menghitung indeks kemacetan lalu lintas pada 389 kota di 56 negara pada tahun 2022, khususnya Jakarta.
Berdasarkan hasil yang terhitung, kota Jakarta dan Manila di Filipina tercatat sebagai dua kota di Asia Tenggara yang berada di peringkat 50 besar.
Keduanya dilaporkan memiliki tingkat kemacetan yang signifikan berdasarkan peringkat di Tomtom.
Namun, indeks kemacetan Jakarta lebih baik dibandingkan dengan Manila yang sudah berada pada peringkat sembilan dengan waktu tempuh per 10 kilometer 27 menit.
Lebih lanjut, lembaga itu mengungkapkan kemacetan tertinggi lainnya terjadi di London yaitu 36 menit 20 detik per 10 kilometer.
Indeks yang paling rendah sendiri terjadi di kota Almere, Belanda yang berada di peringkat 389 dengan waktu tempuh delapan menit 20 detik per 10 kilometer.
Kemudian, lembaga tersebut juga menyebutkan faktor yang mendorong terjadinya kemacetan di kota-kota besar.
Faktor tersebut yakni kondisi infrastruktur jalan raya seperti kategori jalan, kapasitas, hingga batas kecepatan.
Selain itu, pihaknya juga menyebutkan bahwa tingkat kemacetan di Jakarta dapat diturunkan hanya pada masa covid-19.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tengah melakukan beberapa upaya untuk mengurai kemacetan parah yang terjadi di ibu kota.
Upaya Pemerintah
Upaya tersebut yakni penerapan nomor polisi ganjil-genap pada waktu-waktu macet yakni pagi dan sore.
Penutupan putaran balik (u-turn), pembangunan underpass, jalan laying, mengembangkan MRT dan LRT serta integrasi moda transportasi TransJakarta dan JakLingko pun telah dilakukan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum lama ini bahkan telah menerapkan sistem pemantauan lalu lintas yang baru.
Sistem tersebut bertajuk Network Operation Centre (NOC) Intelligent Traffic Light System (ITS).
Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan bahwa sistem NOC ITS yang baru diterapkan itu telah memakai kecerdasan buatan atau AI dan terpasang pada 20 simpang jalan.
Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah pemantauan kemacetan sehingga dapat memperlancar lalu lintas.
“Untuk mempermudah pantauan kemacetan dan memperlancar lalu lintas. Bisa menciptakan efisiensi lalu lintas (di persimpangan jalan di Jakarta) menjadi 15 hingga 20 persen,” kata Heru Budi Hartono kepada awak media.
Menurut keterangannya, teknologi AI tersebut diatur secara otomatis untuk mengatur lampu rambu lalu lintas dengan menyesuaikan kepadatan kendaraan.
Saat situasi lalu lintas padat, maka lampu di simpang jalan itu akan mempercepat lampu hijaunya.
Sebaliknya, jika lalu lintas tidak padat, maka lampu merah akan diperlambat.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.