“Kami mendesak pihak berwenang agar penggunaan kekuatan dan taktik oleh pasukan keamanan harus selalu berada dalam kerangka hukum dan sesuai dengan standar hak asasi manusia. Kami juga mendesak pihak berwenang untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan perubahan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat sipil dari penggunaan kekuatan yang berlebihan dan berpotensi membahayakan, termasuk gas air mata,” bebernya.
Hukuman
Menyusul tragedi Kanjuruhan, dua warga sipil, petugas keamanan Suko Sutrisno dan ketua panitia penyelenggara pertandingan Abdul Haris, dijatuhi hukuman masing-masing satu tahun dan 18 bulan penjara karena kelalaian. Termasuk gagal melakukan penilaian risiko yang tepat terhadap stadion.
Sementara itu, Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dan Kepala Satuan Pencegahan Polres Malang Bambang Sidik Achmadi masing-masing divonis dua dan dua setengah tahun penjara di tingkat banding. Meskipun Kedua pria tersebut awalnya dibebaskan.
Lalu, Hasdarmawan, Komandan Kompi Brimob III Polda Jawa Timur, divonis satu setengah tahun penjara atas perannya dalam insiden tersebut.
Namun, banyak keluarga dan kelompok HAM merasa keadilan masih sulit diperoleh. Bukan hanya karena hukuman yang relatif ringan, namun juga kegagalan untuk mengadili petugas polisi lain dan petugas yang setara di rantai komando.
Daniel Siagian, Kepala Lembaga Bantuan Hukum di Malang pun mengatakan tragedi Stadion Kanjuruhan adalah tanda hitam terhadap ham dan sepak bola di Indonesia. (spm/ads)