Santapan Kaledo
Menurut sang pemilik yaitu Ibu Dahlia Sindjar yang kini telah berusia 58 tahun, setiap musim liburan tiba, warungnya bisa ramai hingga tiga kali lipat.
“Kalau musim-musim begini, ramainya Cuma di jam makan. Beda lagi kalau waktu liburan (lebaran, anak sekolah, dan natal) biasa itu mereka sudah booking karena susah dapat tempat duduk,” ungkap ibu yang sudah belasan tahun tinggal di Palu saat ditemui Kamis (9/11/2023).
Kaledo lebih dari sekedar hidangan; merupakan representasi budaya dan bukti kekayaan kuliner Palu.
Dengan cita rasa yang khas dan manfaatnya bagi kesehatan, Kaledo tidak hanya memikat hati namun juga mengukuhkan diri sebagai duta kuliner Sulawesi Tengah, mengajak dunia untuk menikmati cita rasa khas kuliner khas Indonesia ini.
Di sejarah awal santapan ini, Kaledo biasanya dinikmati dengan ubi rebus.
Sehingga di rumah makan di Palu selalu menyediakan ubi rebus yang notabene dulu menjadi makanan pokok masyarakat Sulawesi Tengah.
“Makan Kaledo afdolnya ditemani dengan ubi rebus. Tapi, kalau tidak terbiasa bisa juga dimakan dengan ubi rebus, tambah sang pemilik.
Untuk menyantap satu porsi Kaledo, di salah satu penjual Kaledo yang terletak di jantung kota Palu, Rumah Makan Kaledo Stereo menyuguhkan seporsi Kaledo dengan harga mulai Rp 50.000. Di warung yang sederhana tersebut menyajikan Kaledo dengan cita rasa lokal.
Tidak heran jika pengunjung harus antri jika ingin menikmati Kaledo. mengaku setiap harinya ia menyetok berkilo-kilo daging sapi hingga belasan kaki.
“Kami umumnya menggunakan sekitar 15 kaki sapi setiap harinya, mencakup bagian dari paha atas hingga ke kaki,” ungkapnya. (azi/ads)