Starbucks berargumentasi bahwa mereka akan berfungsi lebih efektif jika berkolaborasi secara langsung dengan para karyawannya.
Lalu menyatakan bahwa dorongan serikat pekerja dapat mengganggu keseimbangan yang ingin dicapai dalam struktur perusahaannya.
‘Red Cup Day’ telah menjadi identik dengan musim liburan, dengan pelanggan yang sangat menantikan pesta piala dan minuman bertema liburan.
Namun, protes serikat Pekerja Serikat berupaya mengalihkan perhatian pada dugaan tantangan yang dihadapi karyawan Starbucks selama acara dengan lalu lintas padat ini.
Serikat pekerja berpendapat bahwa masalah kekurangan staf dan peningkatan beban kerja pada ‘Red Cup Day’ menciptakan lingkungan yang merugikan kesejahteraan barista.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang peserta demonstrasi, Caitlin Power yang merupakan seorang barista di salah satu gerai Starbucks di wilayah Massachusetts.
“Kami mengadakan peringatan pada ‘Red Cup Day’ ini sebagai respons terhadap kekurangan staf, terutama selama hari-hari promosi baru,” kata Caitlin Power, seorang barista di Gardner, Massachusetts dalam sebuah pernyataan.
Pemogokan berskala nasional ini merupakan puncak dari ketegangan yang sedang berlangsung antara Starbucks dan karyawannya yang mencari perwakilan serikat pekerja.
Meskipun Starbucks masih menjadi kekuatan finansial, perselisihan perburuhan mengancam akan menodai citra publiknya di saat-saat penting tahun ini.
Menjelang musim liburan, pemogokan pada ‘Red Cup Day’ menjadi pengingat akan meningkatnya gerakan di kalangan karyawan Starbucks yang mengadvokasi kondisi kerja yang lebih baik, upah yang adil, dan hak untuk berserikat.
Hasil dari protes ini dapat berdampak signifikan terhadap dialog yang sedang berlangsung antara perusahaan dan tenaga kerjanya. Sehingga berpotensi menimbulkan perubahan dalam struktur perusahaan raksasa kopi tersebut. (paa/ads)