Kontroversi Meta sejak Israel-Hamas
Jika melihat kontroversi yang dilakukan Meta sejak konflik Hamas – Israel memang cukup banyak.
Contohnya pada akhir Oktober lalu di mana salah satu media sosial di bawah naungan Meta yaitu Instagram menambahkan kata “teroris” ke dalam biografi beberapa pengguna Instagram yang menggambarkan diri mereka sebagai warga Palestina.
Tidak hanya itu, beberapa pengguna juga mengaku Instagramnya dibatasi karena menyuarakan postingan pro-Palestina.
Reaksi keras atas insiden ini telah muncul di kalangan pengguna internet, dengan banyak di antaranya menyuarakan rasa kecewa dan kehilangan kepercayaan mereka terhadap sistem AI.
Perlu dicatat bahwa ini bukan pertama kalinya teknologi AI yang dimiliki Meta menghadapi pengawasan ketat terkait masalah bias.
Sebelumnya, fitur terjemahan otomatis di Instagram sempat menyisipkan kata “teroris” dalam bio pengguna yang menulis dalam bahasa Arab.
Masalah serupa dengan penerjemahan yang salah di Facebook juga telah menyebabkan penangkapan salah seorang pria Palestina di Israel pada tahun 2017, seperti yang dilaporkan oleh The Verge.
Kejadian ini juga menyoroti kekhawatiran lebih luas tentang potensi penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan.
Contoh seperti aplikasi Lensa AI yang menghasilkan avatar yang cenderung mengarah ke materi berunsur seksual dan bias rasial. Lantas semakin memunculkan kekhawatiran terkait konten yang dihasilkan oleh sistem AI.
Baru-baru ini, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature juga menyoroti risiko terkait dengan penggunaan model bahasa besar (LLM) dalam layanan kesehatan dan menyoroti potensi adanya praktik medis berbasis ras yang berisiko. (paa/ads)