Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

9 Tuntutan Buruh hingga Isu Perbudakan Modern dalam Perppu Cipta Kerja

Presiden Pratai Buruh Said Iqbal pimpin aksi demo Perppu Cipta Kerja (14/1/2023). (Sumber: doc Arsip Partai Buruh)

ANDALPOST.COM – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, memimpin aksi demo di dekat Istana Negara, Jakarta Pusat pada Sabtu (14/1/2022).

Aksi demo kaum buruh ini dimulai sejak pukul 09.00 WIB pagi tadi. Banyak sekali kaum buruh yang antusias tergabung dengan Partai Buruh turut turun ke jalan menyampaikan aspirasinya.

Disebut-sebut sebanyak 10 ribu massa aksi telah memadati dan berkumpul di kawasan ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI) Monas. Mereka kemudian melakukan long march ke arah Patung Kuda.

Sebabkan Kemacetan

Aksi ini tentu menimbulkan kemacetan yang cukup lama, bahkan pagi tadi aparat telah menutup beberapa bagian lalu lintas di Jalan Medan Merdeka.

Adapun aksi yang dipimpin oleh Presiden Buruh ini adalah untuk menanggapi adanya Perppu Cipta Kerja No 2 Tahun 2022. Pasalnya terdapat beberapa poin yang mengganjal dan merugikan buruh menurut Said.

Ada sekitar sembilan poin yang menurutnya menjadi permasalahan yang belum selesai. Hal ini berkaitan dengan penentuan upah minimum, pesangon, jam kerja hingga masalah cuti dan outsourcing.

Dari sembilan tuntutan yang disebutkan oleh Said, hal yang paling disorot olehnya adalah upah minimum.

Said merasa kalau dalam Perppu Cipta Kerja, terdapat variabel aneh perihal menentukan upah minimum bagi kaum buruh.

Menurut pemahamannya, ketika ia berdialog dengan salah satu dewan perwakilan PBB, seharusnya tidak ada penentuan upah yang menggunakan variabel dan indeks tertentu.

“Partai Buruh menolak kebijakan dalam menentukan upah minimum setiap daerah,” ungkap Said kepada awak media (14/1/2023).

“Di dunia ini setahu saya setelah berdiskusi dengan salah satu anggota PBB, penentuan upah minimum itu berdasarkan inflasi ekonomi dan indeks harga,” tambahnya.

“Tidak ada di dunia upah minimum ditentukan dengan variabel tertentu. Ini karena akan sulit secara metode logis dalam menentukan atau mengukurnya,” lanjutnya lagi.

Bagi Said, kaum buruh hanya menginginkan tolak ukur upah minimum supaya menggunakan dua cara. Pertama yakni dengan penghitungan ekonomi secara makro dengan standar internasional. Perhitungan ini berstandar dengan pertumbuhan inflasi dan ekonomi.

“Kami meminta penghitungan upah minimum menggunakan dua cara,” imbuhnya.

“Pertama adalah ekonomi makro dengan menghitung pertumbuhan inflasi dan ekonomi di seluruh dunia. Kedua dengan menggunakan standar living cost yaitu kebutuhan hidup layak,” jelasnya menerangkan.

Tuntutan Lainnya

Selanjutnya, yang menjadi fokus kedua dalam tuntutan tersebut adalah adanya badan outsourcing.

Partai Buruh menilai seharusnya negara kembali ke UU no 13 tentang pelarangan outsourcing. Pasalnya, menurut mereka, badan outsourcing adalah bentuk perbudakan di zaman modern.

“Yang kedua adalah Partai Buruh menolak adanya outsourcing,” imbuhnya.

“Negara harus kembali ke UU no 13 yang melarang adanya perbudakan di seluruh muka bumi yang mana itu terjadi di outsourcing,” tandasnya.

Dalam Perppu Cipta Kerja, memang disebutkan bahwa ada beberapa bunyi pasal yang mengatakan kalau negara akan menyerahkan wewenang kepada perusahaan ahli daya.

Bagi Said, seharusnya negara punya sikap tegas melarang perbudakan modern. Sehingga beberapa pasal yang merugikan tersebut seharusnya ditiadakan.

Selain itu, dalam satu pasal juga berbunyi bahwasannya negara punya hak dalam menentukan beberapa profesi yang bisa diambil alih badan outsourcing.

“Anehnya Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang menyepakati adanya perbudakan. Negara justru malah menjadi agen outsourcing,” sebutnya.

(PAM/MIC)