ANDALPOST.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, direncanakan bakal menjamu Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, selama kunjungan kenegaraan pada akhir pekan ini.
Dikabarkan, tujuan dari pertemuan petinggi negara tersebut untuk memperkuat hubungan mereka di tengah antipati terhadap pengaruh China yang kian meningkat.
Gedung Putih akan mengadakan makan malam kenegaraan untuk menghormati Modi pada 22 Juni.
Pertemuan tersebut sekaligus tanda berkembangnya hubungan antara kedua kekuatan yang telah meningkatkan kerja sama.
Yakni, kerja sama di berbagai bidang seperti perdagangan dan penjualan senjata.
Dalam siaran pers, pemerintahan Biden mengatakan bahwa perjalanan baru-baru ini ke New Delhi oleh Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan. Menggarisbawahi dinamika kemitraan AS-India sebelum kunjungan kenegaraan resmi bersejarah PM Narendra Modi ke AS.
Namun, kelompok hak asasi manusia (HAM) menyebut pertemuan keduanya ialah wujud dukungan de facto dari sayap kanan India di bawah kepemimpinan Modi.
Padahal, Biden menekankan pentingnya HAM serta demokrasi dalam kebijakan luar negerinya.
Selama masa jabatan Modi, Muslim India dan minoritas lainnya telah mengalami peningkatan kekerasan dan penindasan. Hal tersebut karena pemerintah bersandar pada bentuk nasionalisme Hindu yang dikenal sebagai ‘Hindutva’.
Modi juga dikritik karena berusaha mengkonsolidasikan kekuasaan dan menindak perbedaan pendapat.
“Makan malam kenegaraan adalah acara khusus, itu bukan sesuatu yang diterima oleh setiap pemimpin asing,” Edward Mitchell, wakil direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR).
“Bagaimana Gedung Putih bisa menghormati seorang pemimpin yang fanatik anti-Muslim terbuka, seorang ideolog sayap kanan yang menyensor jurnalis dan menutup mata terhadap hukuman mati tanpa pengadilan? Anda dapat bekerja dengan India dan Modi tanpa mengambil langkah ekstra ini untuk merayakannya,” jelasnya.
Menghadapi China
Sementara kelompok advokasi menyerukan pengawasan yang lebih besar terhadap catatan HAM India, pakar kebijakan luar negeri mengatakan pemerintahan Biden tertarik pada negera tersebut sebagai penyeimbang potensial ke China.
Terlebih, AS menganggap China sebagai pesaing globalnya yang paling tangguh.
Sarang Shidore, Direktur Studi dan Rekan Riset Senior di Quincy Institute, sebuah think tank yang berbasis di AS, mengatakan hubungan AS-India akan terus tumbuh selama kepedulian bersama mereka terhadap China tetap ada.
“Amerika Serikat tidak menjalankan kebijakan luar negerinya berdasarkan demokrasi dan hak asasi manusia. Washington menjalankan kebijakan luar negerinya berdasarkan kepentingannya, seperti yang dilakukan semua negara,” kata Shidore.
Kekuatan militer China yang tumbuh dan klaim teritorial yang tegas telah menjadi sumber keprihatinan bagi negara-negara Asia terdekat. Yaitu seperti Filipina, Vietnam, Jepang, dan India.
AS telah bekerja untuk membuat aliansi dengan banyak negara sebagai upaya untuk menahan pengaruh China yang kian berkembang.
“Tidak diragukan lagi, ada peningkatan nasionalisme China.” sambungnya.
“Dan China melihat India sebagai tantangan yang meningkat karena hubungannya dengan AS,” pungkasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.