ANDALPOST.COM – Para pengungsi merupakan kelompok orang yang keluar dari tempat tinggal mereka baik secara paksa maupun dengan kehendak mereka sendiri. Hal tersebut mereka lakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan diri atau mencari tempat yang lebih baik untuk hidup.
Perjalanan yang dilalui oleh para pengungsi cenderung memiliki resiko kekerasan dan tekanan yang sangat tinggi. Hal ini seringkali membuat para pengungsi rentan terkena stress hingga depresi.
Dimana ketika mereka harus menghadapi pemisahan dengan keluarga mereka, kehilangan mata pencaharian, hingga ketidakpastian akan masa depan yang akan mereka jalani.
Hal tersebut membuat kelompok ini menjadi sangat rentan untuk menghadapi permasalahan mental. Pukulan psikologis yang melekat dalam bayangan mereka tentang hidup yang mereka jalani akan terus berlangsung lebih lama dari pejalanan yang mereka lakukan.
Hal tersebut pernah ditemui dalam sebuah studi yang pernah dilakukan yakni, studi Bank Dunia 2021. Studi tersebut mendapati bahwa para pengungsi di Uganda lebih sering memiliki permasalahan mental dibandingkan masyarakat asli Uganda.
“Hope away from home”
Melihat hal tersebut, sebuah perayaan yang dilakukan pada 20 Juni 2023 lalu yakni, Hari Pengungsi Sedunia dengan mengangkat tema “Hope away from home”.
Peringatan yang dirayakan oleh komunitas global tersebut memfokuskan perhatian kepada kesejaterahan para pengungsi khususnya pada kesehatan mental mereka.
Fokus tersebut dianggap penting karenakan kesehatan mental dari para pengungsi yang sudah mendapatkan banyak tekanan dalam proses perjalanan mereka akan membantu mereka bekerja menuju masa depan yang lebih baik.
Hal tersebut didukung penuh oleh UN Women, dengan bermitra dengan beberapa pihak. Mitra yang dilakukan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemeliharaan kesehatan mental dan akses bagi ke layanan pendukung. Layanan yang akan dibuka ditujukan bagi para perempuan untuk kesehatan mental dan psikososial.
Kesehatan Mental para Pengungsi
Kondisi kesehatan dari para pengungsi yang menjadi perhatian penting saat ini khususnya dalam perayaan Hari Pengungsi Sedunia. Melalui perayaan tersebut, UN Women dan beberapa pihak terkait melihat bagaimana para pengungsi yang cenderung putus harapan hidup ketika selesai melakukan perjalanan.
Seorang pengungsi Sudan Selatan yang tinggal di Pemukiman Bidi Bidi di Distrik Yumbe berada dalam ambang bunuh diri. Hal itu karena trauma yang ia rasakan setelah dilarikan dari perang Sudan dan kematian kedua orang tuanya.
“Saya tidak tahan lagi dengan trauma,” kata Josephine ketika tiba di Uganda untuk berlindung dan tidak memiliki tujuan hidup lagi.
Akan tetapi penanganan pun diterima oleh Josephine dari Transcultural Psychosocial Organization (TPO) yang menyediakan sesi terapi dan sesi sharing.
Setelah mengikuti kegiatan TPO tersebut selama dua hari dikatakan bahwa Josephine mengaku merasa lebih baik, “Saya sekarang percaya ada lebih banyak kehidupan,” katanya.
TPO dan UN Woman
Untuk melakukan peningkatan kesehatan mental dari para pengungsi, sejak tahun 2018 TPO bersama dengan UN Woman telah melakukan kemitraan untuk menjalankan tujuan tersebut.
Kemitraan itu memberikan pelayanan dan akses layanan kesehatan mental serta dukungan psikososial bagi para pengungsi di permukiman di seluruh Uganda.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.