ANDALPOST.COM – Jaksa penuntut umum Prancis dikabarkan telah membuka investigasi terhadap kematian pria berusia 27 tahun akibat terhantam senjata proyektil dalam kerusuhan di Marseille, Prancis pada Rabu, (5/7/2023).
Menurut laporan, pria tersebut merupakan salah satu demonstran yang tewas akibat kerusuhan di Prancis pada Sabtu malam.
Namun, jaksa penuntut umum tidak dapat memastikan apakah ia sebelumnya tertembak akibat menjadi salah satu penyebab kerusuhan tersebut.
Lebih lanjut, jaksa penuntut umum hanya dapat memastikan bahwa kematian pria yang belum diketahui identitasnya tersebut terhantam senjata proyektil.
Senjata proyektil tersebut diketahui menjadi salah satu senjata bagi kepolisian dalam menangani kerusuhan di Marseille.
Namun, jaksa penuntut umum belum mengetahui siapa yang menembakkan senjata tersebut kepada pria berusia 27 tahun itu.
Berdasarkan keterangan dari jaksa penuntut umum, senjata tersebut dikenali sebagai ‘flash-ball’ yang akan memberikan kejutan di dada.
Proyektil flash-ball tersebut akan menyebabkan serangan jantung dan kematian mendadak bagi korbannya.
Penggunaan senjata mematikan tersebut telah digunakan hampir selama satu minggu lantaran kerusuhan di Prancis yang disebabkan oleh penembakkan warga Prancis-Aljazair hingga tewas.
Menurut laporan media setempat, kerusuhan tertinggi terjadi pada hari Sabtu di Marseille hingga menyebabkan polisi menembakkan gas air mata dan baku hantam dengan warga sipil di jalan.
Selain itu, penggunaan senjata flash-ball tersebut juga digunakan guna mengontrol kerusuhan.
Senjata tersebut dianggap mematikan yang tidak menembus kulit, namun penggunaannya dianggap kontroversial lantaran dapat menyebabkan kebutaan, cedera kepala, hingga trauma.
Tindakan Presiden Emmanuel Macron
Mendengar insiden mengerikan yang terjadi di Marseille, Presiden Emmanuel Macron melakukan tindakan lebih lanjut.
Pada hari Selasa lalu, ia mulai menemui 300 wali kota dengan wilayah yang terdampak kerusuhan tersebut untuk mencari solusi.
“Apakah ini (insiden) akan menjadi permanen? Saya akan berhati-hati, tetapi puncak yang kita lihat pada hari-hari sebelumnya telah berlalu,” kata Macron dalam pertemuan di istana Elysee, Paris, Prancis.
Berdasarkan keterangan, pemerintah tengah mengatasi kerusuhan dan penjarahan yang terjadi secara brutal sejak petugas kepolisian membunuh bocah berusia 17 tahun, Nahel Mohammed.
Penembakan tersebut terjadi lantaran pelanggaran lalu lintas yang dilakukannya pada 27 Juni lalu. Namun, menurut masyarakat, penembakan yang dilakukan oleh petugas polisi didorong oleh rasisme yang masih mengakar di kalangan pasukan keamanan Prancis.
Sejak Senin, kerusuhan di Prancis dinilai telah berkurang dalam 24 jam. Akibat dari kerusuhan ini, 72 orang resmi ditangkap.
Melalui pertemuan Presiden Emmanuel Macron, ia berharap “Memulai kerja keras jangka Panjang yang diperlukan untuk memahami alasan yang lebih dalam yang menyebabkan peristiwa ini,” ungkap pihak pemerintah di kantor presiden.
Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan solusi untuk mengatasi insiden ini.
Pejabat-pejabat Prancis dilaporkan memiliki solusi masing-masing dan bersikeras menuding satu sama lain. Hal ini membuat Presiden Emmanuel Macron mengatakan bahwa pemerintah telah gagal menciptakan kebulatan suara.
Namun, pihak pemerintah mengatakan tidak akan menyerah hingga masalah ini terselesaikan.
“Mencapai solusi yang sangat nyata,” kata Presiden Macron.
Di sisi lain, Zartoshte Bakhtiari selaku walikota Neuilly-sur-Marne, wilayah timur Paris mengatakan, “Saya datang untuk mendengar presiden memberi kami visi, menetapkan arah. Saya tidak datang untuk sesi terapi kelompok,” pungkasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.