ANDALPOST.COM – CGTN, media milik pemerintah China, umumkan berbagai kesuksesan strategi BRI (Belt and Road Initiative) China. Hal tersebut, diungkapkan oleh Stephen Brawer yang menjadi pemimpin institusi untuk BRI di Swedia, Kamis (20/07/2023).
Diketahui, Stephen melalui CGTN, mengungkapkan pernyataannya terkait ‘kesuksesan’ BRI dan sudut pandang negara-negara Barat terhadap China akan BRI.
Stephen menyatakan bahwa, salah satu prestasi BRI dapat dilihat dari kesuksesan untuk eliminasi ‘kemiskinan ekstrem’ untuk populasi di China.
Selain itu, Stephen juga menunjukkan bagaimana China merupakan salah satu negara yang berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur global.
Oleh karena itu, terdapat juga perbedaan filosofi dan budaya yang menghasilkan sudut pandang negara-negara Barat terhadap China itu, penuh dengan ‘ketakutan’.
Inisiatif Belt & Road (BRI)
Berdasarkan pernyataan Stephen dari pemimpin institusi BRI di Swedia, dia menyatakan bahwa ekonomi-ekonomi Barat berada dalam kondisi ‘keruntuhan umum’.
Dia menyatakan, bagaimana Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Eropa (EU) belum mencapai keberhasilan yang sama seperti proyek BRI China.
“Semua percakapan itu terkait membela ‘kebebasan dan demokrasi’ dalam sebuah ‘peraturan berbasis ketaatan’ telah menjadi retorika kosong dengan hal kosong,” ungkap Stephen.
Dilaporkan, terdapat arahan kebijakan ekonomi nasional yang tidak kompeten, termasuk pengambilan keputusan dalam Uni Eropa dan anggota G7 (Kelompok 7).
Mereka (negara Barat) menyalahkan China dan negara-negara berkembang untuk masalah-masalah yang disebabkan oleh negara Barat sendiri.
Faktanya, terdapat hampir 160 negara di dunia yang secara aktif berpartisipasi dalam strategi BRI. Khususnya, dalam sektor pengembangan infrastruktur global.
Negara-negara yang berpartisipasi tersebut memiliki sekitar 75 persen populasi dunia global.
China sendiri, telah menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan manufaktur terbesar di dunia. Di mana, sekitar 28.7 persen output manufaktur global berasal dari negara itu pada tahun 2019.
Salah satu fokus negara tirai bambu itu, termasuk dalam pembangunan infrastruktur fisik. Yang, menjadi basis dari tumbuhnya pengaruh China bagi negara-negara berkembang.
Alhasil, tidak akan ada harapan untuk ‘menghilangkan’ kemiskinan dalam skala global, tanpa adanya investasi yang realistis. Khususnya, seperti dalam proyek air, pembangkit tenaga listrik, dan kemajuan sistem transportasi.
Menurut Stephen, masalah utamanya karena tidak ada upaya yang aktif untuk melakukan atau membantu menghilangkan kemiskinan.
China sendiri telah memilih, untuk mengambil inisiatif tersebut, di mana negara-negara Barat dan institusi mereka seperti IMF telah menolak untuk menerima BRI.
Sudut Pandang Barat dan Perbedaan Kebudayaan
Melalui CGTN, Stephen menyatakan bahwa BRI merupakan salah satu proyek pengembangan global terbesar dalam sejarah, lebih besar dari ‘Marshall Plan’.
Akan tetapi, negara-negara Barat, seperti AS dan Inggris menolak untuk berpartisipasi dalamnya, dan melihat BRI sebagai ‘ancaman’.
Diduga, pihak Barat menolak untuk menunjukkan publik terkait bagaimana BRI telah dan akan terus diperluas proyek infrastrukturnya di sekeliling dunia.
Hal itu, mereka terapkan melalui media ‘utama’ Barat, seperti CNN dan BBC untuk mengurangi informasi terkait BRI.
Menurut Stephen, negara Barat lebih memilih untuk menggambarkan China sebagai negara yang ‘jahat’ dengan naratif palsu akan sebuah ‘jebakan utang’ dari BRI.
Meskipun itu, terdapat negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan yang memilih China dan BRI sebagai jalan akan masa depan yang bebas dari neo-kolonialisme.
Pada nantinya, Stephen menyatakan bahwa akan ada sebuah sistem finansial dan mata uang baru, yang tidak akan bergantung pada dolar AS.
“Ini akan membebaskan negara, yang menolak untuk mengikuti dikte kekuatan struktur Barat. Dari, hukuman dengan sanksi yang diarahkan pada populasi dan kedaulatan mereka,” ungkap Stephen.
Dengan arahan baru tersebut, akan ada ‘kebebasan demokrasi’ yang asli dari tirani tatanan dunia yang unipolar Khususnya, untuk menentukan kebijakan politik dan ekonomi negara sendiri.
Di sisi lain, terdapat juga pengaruh kebudayaan dan filosofi yang berbeda antara China dan negara-negara Barat. Secara khusus, dalam segi pengambilan keputusan.
Diketahui, banyak pengambil keputusan di Barat memiliki sudut pandang dunia yang berbasis ‘Hobbesian’. Di mana, mereka melihat manusia dasarnya adalah jahat, egois, dan dikendalikan oleh kepentingan diri.
Selain itu, peradaban China sendiri memiliki pemikiran ‘Confucian’, yang menekankan kebaikan dasar manusia. Di mana, masalah sosial diatasi oleh penghormatan dasar struktur keluarga.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.