ANDALPOST.COM — Serangan tak henti yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza juga tak luput mengenai para penyandang disabilitas, Jumat (27/10/2023). Salah satunya dialami oleh Heba Abu Jazar (28).
Meski ia tidak dapat mendengar suara ledakan bom, namun Heba dapat merasakan intensitas serangan tersebut.
Heba beserta dua saudara laki-lakinya terlahir tuli. Sehingga, ia hanya dapat merasakan brutalnya serangan Israel di Jalur Gaza.
Heba dapat melihat dan merasakan dari getaran pintu serta jendela rumah mereka di kota Rafah di selatan, dekat dengan lokasi ledakan. Wilayah tersebut merupakan perbatasan antara Gaza dan Mesir.
“Di mana-mana di wilayah kami, terjadi ledakan,” katanya.
“Kekuatannya sangat dahsyat, saya bisa merasakan rumah bergetar hebat setiap kali ada serangan udara,” terangnya.
Kehidupan 2,3 juta penduduk Jalur Gaza telah benar-benar berubah sejak Israel memulai pemboman tanpa henti terhadap wilayah yang terkepung pada tanggal 7 Oktober lalu.
Menyusul serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas terhadap pos-pos militer dan kota-kota sekitar di Israel yang menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Sejak itu, hampir 7.300 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Ribuan bangunan di seluruh Gaza telah hancur dan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi di wilayah tersebut.
Sebagian besar telah kehilangan obat-obatan, air, makanan dan pasokan dasar lainnya atas perintah pemerintah Israel.
Akibat Ledakan
Kehidupan Heba juga berubah drastis, setelah bekerja keras untuk mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat.
Selama setahun terakhir, ia telah mengembangkan keterampilannya melalui kursus desain grafis, mengambil fotografi dan berpartisipasi dalam berbagai seminar perempuan.
“Saya mulai merasa bahwa saya dapat berkontribusi kepada masyarakat, dan lingkaran pertemanan saya meluas ke laki-laki dan perempuan.”
“Tetapi perang ini, dengan pemboman yang terus menerus, tidak berhenti sejenak pun,” sambung Heba.
Selain itu, akibat serangan tersebut, akses ke internet juga tersendat. Terlebih, usai Israel mengebom menara komunikasi pada minggu pertama perang.
Heba menggunakan waktu berharga itu untuk menemui teman-temannya, sebelum duduk bersama sang saudara laki-laki.
Selama serangan Israel di Gaza pada bulan Mei 2021, saudara perempuan Heba terluka ketika rumah tetangga mereka dibom.
Alhasil, Heba mengaku khawatir jika insiden nahas itu terulang kembali.
“Saya bersyukur kepada Tuhan karena orang tua saya tidak tuli, sehingga mereka bisa memberi tahu kami apakah kami aman atau dalam bahaya dan menyelamatkan kami dari kematian,” ujarnya.
Pada tahun 2022, Pusat Hak Asasi Manusia (HAM) Palestina mengatakan jumlah penyandang disabilitas jumlah penyandang disabilitas di negara itu sekitar 2,1 persen dari total populasi.
Sekitar 52 persen dari jumlah tersebut, atau 48.360, tinggal di Jalur Gaza. Sementara sisanya tinggal di Tepi Barat yang diduduki.
Human Rights Watch mengatakan, di bawah serangan Israel di wilayah tersebut, penyandang disabilitas tetap menjadi kelompok yang paling terkena dampak.
Selain itu, pengepungan selama 17 tahun di Jalur Gaza oleh Israel dan Mesir telah menyebabkan pembatasan pergerakan yang ketat dan membatasi akses terhadap alat bantu serta layanan kesehatan bagi para penyandang disabilitas.
Pemadaman listrik yang kronis membahayakan hak dan kebebasan masyarakat rentan itu.
Padahal mereka bergantung pada peralatan listrik untuk bergerak. Seperti lift dan skuter mobilitas, dan tidak dapat menggunakan bahasa isyarat dengan orang lain.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.