ANDALPOST.COM — Ketegangan meningkat di Timur Tengah ketika jet tempur Israel melancarkan serangan udara di Lebanon Selatan sebagai tanggapan atas penembakan rudal kuat yang dilakukan Hizbullah.
Insiden tersebut menandai perubahan berbahaya dalam konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hizbullah, meningkatkan kekhawatiran mengenai stabilitas regional dan jatuhnya korban sipil.
Pada Sabtu (4/11/2023), Hizbullah, sebuah kelompok militan Syiah yang berbasis di Lebanon, menembakkan rudal ampuh yang belum pernah digunakan dalam konfrontasi sebelumnya.
Rudal tersebut menargetkan posisi Israel di seberang perbatasan desa Ayta al-Shaab dan Rmeich di Lebanon. Serangan tersebut mengakibatkan kerusakan infrastruktur militer Israel.
Respon Pemerintah Israel
Sebagai respons cepat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengerahkan pesawat tempur untuk menyerang sasaran Hizbullah di Lebanon Selatan.
Serangan udara tersebut disertai dengan tembakan artileri dan tank, yang meningkatkan baku tembak di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel.
Meningkatnya kekerasan semakin diperburuk oleh serangan terpisah Hamas di wilayah tersebut, yang menyebabkan tambahan korban jiwa dan keterlibatan Hizbullah dalam konflik yang sedang berlangsung.
Permusuhan baru-baru ini merupakan yang paling parah di perbatasan Israel-Lebanon sejak perang tahun 2006. Hampir 60 pejuang Hizbullah pun dilaporkan tewas dalam bentrokan tersebut, yang menyoroti intensitas konflik tersebut.
Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, menyampaikan pidato publik pertamanya sejak pecahnya perang Hamas-Israel.
Nasrallah mengisyaratkan kemungkinan peningkatan lebih lanjut di front Lebanon, dan mengindikasikan bahwa hal itu akan bergantung pada perkembangan di Gaza dan tindakan Israel terhadap Lebanon.
Ia menekankan bahwa pertempuran kecil di perbatasan baru-baru ini hanyalah bagian dari apa yang Hizbullah siap lakukan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.