ANDALPOST.COM – Kasus Paniai Papua belum juga usai, putusan bebas yang diberikan majelis hakim kepada Isak Sattu dinilai kurang tepat. Isak Sattu merupakan terdakwa tunggal atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 di Kabupaten Paniai, Papua.
Sebagai upaya hukum atas putusan yang dibaca pada Kamis (08/12/2022), pengadilan akan melakukan Kasasi terhadap kasus ini.
Kasasi sendiri merupakan upaya hukum jika memang putusan pengadilan pada tingkat banding dirasa kurang sesuai oleh tim Jaksa Penuntut Umum.
Menanggapi perkara ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Ketut Sumedang, memberikan keterangannya.
Ketut menerangkan bahwa memang dalam aturan hukum di Indonesia, masih ada 14 hari sejak putusan dibacakan untuk melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung.
“Kita masih punya waktu 14 hari sejak putusan untuk mempelajari putusan,” kata Ketut pada Senin (12/12/2022).
Putusan yang dibaca di Pengadilan Negeri Makassar telah menyampaikan hal-hal yang menjadi pertimbangan sehingga dapat mengeluarkan putusan tersebut.
“Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu dan kedua,” pungkas hakim ketua di muka persidangan, Kamis (08/12/2022).
Selain itu, pada poin kedua, dikatakan bahwa mereka telah membebaskan terdakwa Isak dari segala tuntutan. Sedang poin ketiga adalah mengembalikan nama baik dan hak-hak Isak yang sebelumnya merupakan seorang terdakwa.
Putusan hari itu ditutup dengan poin terakhir yang tidak berlaku lagi barang bukti dan pembebanan biaya perkara pada negara.
Bagi para penuntut umum juga diberikan beberapa pilihan untuk menerima, apakah mereka akan memikirkan ulang terlebih dahulu atau melakukan upaya hukum selanjutnya.
Jaksa Penuntut Umum sediri telah mengajukan tuntutan terhadap Isak Sattu, yakni berupa dakwa alternatif yang terdiri dari dua dakwa.
“Pertama pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM),” tertulis pada surat dakwaan.
“Dakwaan kedua, Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b jo. Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.”
Kasus Paniai sendiri merupakan kasus pembubaran warga Paniai yang malakukan protes di Polsek dan Koramil Paniai pada 8 Desember 2014. Isak dilaporkan atas dugaan pemukulan warga oleh aparat pada 7 Desember 2014.
Pada upaya pembauran tersebut, empat orang meninggal dunia, yakni Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo, dan Simon Degei, serta 10 orang terluka.
(GEM/MIC)