ANDALPOST.COM – Melonjaknya biaya hidup di Nigeria membuat keluarga di negara tersebut kesusahan untuk merayakan Natal tahun ini.
Hal itu dirasakan oleh Adeola Ehi (43) yang terpaksa menunda membawa sang putri untuk bertemu kakek neneknya pada Natal 2022. Ini disebabkan karena kenaikan harga sewa dan biaya hidup yang semakin naik.
Di Nigeria, lebih dari separuh populasi 200 juta jiwa hidup dengan kekurangan. Mereka hanya memiliki penghasilan sebesar Rp31 ribu per hari. Alhasil, kenaikan harga sekecil apapun pasti akan berdampak signifikan pada pendapatan rumah tangga.
Sedikitnya 133 juta orang menderita “kemiskinan multi-dimensi”, menurut Biro Statistik Nasional Nigeria (NBS). Warga Nigeria juga menghabiskan setengah dari pendapatan mereka untuk makanan dan 20 persen lainnya guna transportasi.
Permasalah menjadi kian jelas selama musim liburan lantaran keluarga membatasi pengeluaran mereka, termasuk perjalanan lokal untuk menghabiskan waktu bersama keluarga besar.
“Suka cita Natal seperti sirna tahun ini,” ujar Ehi saat diwawancarai pada Sabtu (24/12/2022).
“Terlalu banyak yang terjadi pada saat bersamaan. Biaya makanan naik, tuan tanah naik sewa, bahkan biaya transportasi meroket. Jadi, kami terpaksa memotong pengeluaran sehingga tidak mampu membeli hadiah Natal untuk anak-anak,” jelasnya.
Terlebih, keluarga di Nigeria juga menghadapi lonjakan bahan utama membuat makanan Natal yaitu beras. Sehingga, musim perayaan Natal tampaknya kehilangan “keceriaan”.
Anggaran Makanan Naik Dua Kali Lipat
Banjir yang sebelumnya belum pernah melanda negara Nigeria tahun ini mengakibatkan setengah juta lahan pertanian di beberapa bagian Nigeria menjadi rusak. Hal itu juga berdampak pada naiknya biaya beras di sana menjadi 23,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, pemerintah juga melarang impor beras, sehingga harga beras saat ini menjadi Rp1,9 juta, hampir dua kali lipat upah minimun negara tersebut.
Tak berhenti sampai situ saja, invasi Rusia ke Ukraina yang masih berlanjut juga semakin menekan Nigeria. Hal ini membuat negara tersebut mengalami kelangkaan sumber daya energi dan komoditas serta kekurangan devisa yang semakin memburuk.
Alhasil, anggaran makanan melonjak lebih dari dua kali lipat. Sepotong roti yang dijual Rp 22 ribu di 10 bulan lalu sekarang dijual seharga Rp34 ribu, sedangkan harga telur per peti naik dari Rp79 ribu menjadi Rp104 ribu.
“Anggaran makanan saya dua kali lipat sekarang. Setiap bulan, saya menghabiskan hampir Rp5 juta untuk makanan dan bahkan pada saat itu, saya tidak dapat membeli semuanya,” ungkap Ehi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.