ANDALPOST.COM – Baru-baru ini dikabarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyita sebuah produk Starbucks yang tidak memiliki izin edar resmi dari pemerintah Indonesia. Produk tersebut ialah kopi instan bungkus bermerek Starbucks.
Starbucks adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika Serikat yang berkantor pusat di Seattle, Washington, Amerika Serikat.
Awalnya, perusahaan ini hanya berupa toko jual beli kopi saja. Namun, kini terkenal dengan konsep kedai dan tempat nongkrong yang banyak tersebar di Indonesia.
Berita yang menyeret nama perusahaan dan beberapa produk yang dijual tersebut disampaikan berdasarkan keterangan Penny K. Lukito selaku Kepala BPOM. Ia menyampaikannya dalam sebuah konferensi pers Hasil Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 yang diselenggarakan di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Senin (26/12/2022).
Bahayakan Kesehatan Konsumen
Pihak-pihak dari BPOM juga menunjukkan enam kantong bukti kopi bermerek Starbucks saat konferensi tersebut. Beberapa di antaranya yaitu varian nutble toffe, produk Nestle-Starbucks yang datang dari Maslak-Istanbul, Turki, dengan masa kadaluarsa hingga 24 Oktober 2023.
“Produk ini barang impor, tak ada izin edarnya. Jadi kami harus menghubungi importir. Nanti mereka menghubungi distributor Starbucks di Turki,” ujar kepala BPOM.
Menegaskan hal ini, Penny menyampaikan bahwa apabila terjadi insiden seperti keracunan atau hal yang membahayakan kesehatan konsumen, mereka dapat segera melakukan pengendalian.
Ini juga untuk menghindari seperti kasus sebelumnya yang melibatkan obat sirup berbahaya yang terjadi pada Oktober 2022.
Jika ada indikasi suatu produk tertentu mengandung bahan dan kandungan kimia berbahaya, maka akan segera dilacak dan ditarik produk tersebut dari peredaran.
Hal tersebut kemudian membuat semua produk pangan impor di Indonesia harus memiliki izin edar dari BPOM. Produk harus sudah melalui proses pengawasan distribusi dari awal hingga pendaftaran dari Badan Pengawas ini.
“Harus ada izin edar BPOM, jadi kalau ada apa-apa ingat kejadian belakangan ini, negara kita seperti obat sirop,” katanya.
“Jadi kalau ada indikasi kandungan berbahaya bisa langsung kita telusuri dan tarik produknya dari peredaran. Seperti terjadinya obat sirop, kita bisa langsung identifikasi titik peredaran produknya dan segera cabut agar cepat dikendalikan,” tambah kepala BPOM tersebut.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.