ANDALPOST.COM – Usai penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang pengawasan netralitas pegawai aparatur sipil negara pada pemilihan umum dan pemilihan tahun 2024.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bersama Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) meluncurkan aplikasi SiapNet sebagai bentuk penerapan sistem pemetaan berbasis elektronik.
Ketua KASN Agus Pramusinto menjelaskan melalui aplikasi tersebut KASN dapat menerima pengaduan pelanggaran ASN dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota dengan lebih efektif dan efisien karena bebas biaya dan tanpa memerlukan dokumen kertas.
“Aplikasi ini juga akan mendukung fungsi pengawasan Bawaslu dalam memantau laporan pelanggaran netralitas ASN,” terang Agus usai menandatangani PKS antara Bawaslu dan KASN, Selasa (31/1).
Manfaat Aplikasi SiapNet
Sementara itu Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pengembangan sistem SiapNet ini ditujukan untuk meningkatkan validitas dan akurasi data. Hal ini bertujuan untuk melihat jumlah pelanggaran netralitas, kategori jenis pelanggaran, kategori jabatan ASN terlapor, jumlah rekomendasi, serta tindak lanjutnya.
Rahmat mengatakan sebelumnya Bawaslu sudah memiliki satu aplikasi bernama Sigap Lapor. Hanya saja, aplikasi tersebut terbatas untuk pelaporan pelanggaran pidana pemilu dan pelanggaran administratif pemilu.
“Dengan aplikasi SiapNet, kami sangat mengharapkan penguatan kerja sama akan lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi
“Tugas-tugas pengawasan kedua lembaga sesuai dengan kewenangan masing-masing,” kata Rahmat.
Dijelaskan sebelumnya oleh Agus, pelanggaran netralitas ASN marak terjadi pada momen Pemilihan Kepala Daerah.
Pelanggaran Netralitas ASN
Data Pilkada Serentak 2020 mencatat sebanyak 2.304 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN. 1.059 ASN yang terbukti melanggar mendapat rekomendasi KASN, dan 1.413 ASN ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi.
“Dari data di atas, 47,1 persen pelanggaran terjadi pada masa sebelum kampanye dan 52,9 persen terjadi pada saat kampanye. ASN dengan usia di atas 50 tahun menjadi pelanggar terbanyak.
“Sedangkan jabatan yang terbanyak lakukan pelanggaran adalah Jabatan Fungsional dengan jumlah 26,5 persen,” jabar Agus.
Agus juga menyampaikan bahwa modus pelanggaran terbanyak berdasarkan data tahun 2020 adalah kampanye dan sosialisasi di media sosial dengan angka 30,4 persen.
Hak tersebut disusul oleh mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan dengan jumlah 22,4 persen. Hal ini dilanjut oleh berfoto dengan simbol tangan yang menunjukkan keberpihakan dengan jumlah 12,6 persen.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.