Tindakan Jusuf Hamka
Usaha mencari keadilan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Jusuf Hamka berhasil memenangkan gugatan. MA juga memutuskan pemerintah harus membayarkan deposito milik pria yang kerap disapa babah alun beserta denda setiap bulannya senilai 2 persen.
“Denda MA 2 persen per bulan. Dari 1998 ke 2023 kan 25 tahun, 25 tahun kali 12 bulan kan 300 bulan, kali 2 persen, sama dengan 600 persen. Kalau pokoknya Rp179 miliar yang diakui. Jadi totalnya 6 kali bunganya ditambah 1 kali pokoknya. Jadi 7 kali Rp179 miliar, ya Rp1,25 triliun,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/6/2023).
Meski memenangkan gugatan hingga tahun 2015 pemerintah belum juga membayarkan uang tersebut. Jusuf Hamka bahkan sempat dipanggil oleh Bagian Hukum dari Kementerian Keuangan yang saat itu diduduki Indra Surya. Saat pertemuan itu, Kemenkeu dikabarkan meminta diskon atas kewajiban membayar bagi pemerintah.
Jusuf pun menyetujui dan kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah menjadi hanya sekitar Rp 170 miliar, dengan janji pemerintah akan membayar dalam waktu 2 minggu setelah teken perjanjian hari itu.
Tetapi hingga hari ini pemerintah belum juga membayarkan utang tersebut.
“Tapi engga dibayar sudah 8 tahun. Sudah dilempar sini, lempar sana, ya capek juga akhirnya saya enggak mau kalau sekarang cuma dibayar Rp170 miliar. Sudah hampir Rp800 miliar kalau ikut bunga, karena keputusan MA ada bunganya,” ucap Jusuf.
Kemenkeu Buka Suara
Menanggapi kasus ini Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo. Ia menyampaikan permohonan pembayaran sudah direspon oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada para pengacara yang ditunjuk oleh CMNP maupun kepada pihak-pihak lain yang mengatasnamakan perusahaan.
Diketahui pula dari Prastowo bahwa utang tersebut akan dibebankan kepada keuangan negara. Sehingga, pemerintah harus mengikuti mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian. (paa/rge)