ANDALPOST.COM – Stunting merupakan masalah yang berkaitan dengan kekurangan gizi kronis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sekaligus menjadi ancaman utama terhadap kualitas manusia di Indonesia.
Penyakit ini menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak seperti tinggi badan anak lebih pendek atau kerdil dari standar usianya. Diketahui bahwa stunting juga dapat mempengaruhi perkembangan otak menjadi terganggu.
Selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, tentu hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan, produktivitas dan kreativitas ke depannya.
Berdasarkan keterangan dari situs resmi Kemenkes RI, salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting.
Upaya tersebut memiliki tujuan supaya anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Memaksimalkan kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang baik dan andal, serta dapat berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Kementerian Kesehatan berfokus pada upaya peningkatan kesehatan yang spesifik dalam rangka menangani permasalahan stunting pada anak, yakni dilakukan sebelum masa kelahiran dan setelah kelahiran.
Pada fase setelah kelahiran, deteksi dini stunting biasanya sering dilakukan melalui pengukuran di Posyandu.
Menkes Budi G. Sadikin mengungkapkan bahwa seluruh posyandu di Indonesia saat ini telah menggunakan timbangan antropometri.
Hal ini dilakukan guna memberikan pemeriksaan tersandar dengan baik saat pengukuran bayi. Sebelumnya, pengukuran bayi dan balita hanya dilakukan menggunakan timbangan dacin yang konvensional.
‘’Agar pemeriksaan pengukuran bayi terstandar, kita gunakan antropometri di seluruh Posyandu di Indonesia. Sekaligus kita bisa pastikan perlambatan pertambahan berat badan, (jadi) bisa dideteksi lebih cepat sehingga tidak terjadi malnutrisi kronik yang akhirnya menjadi stunting,’’ ujar Menkes Budi G Sadikin pada Minggu (15/1/2023).
Apa itu Antropometri?
Antropometri merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memantau pertumbuhan balita. Di antaranya terdiri atas alat ukur berat badan bayi (baby scale), alat ukur berat badan injak digital, dan alat ukur panjang badan.
Selain itu antropometri juga menyediakan alat ukur tinggi badan, alat ukur lingkar lengan atas, dan alat ukur lingkar kepala.
Berdasarkan laporan Kemenkes, saat ini, dibutuhkan sebanyak 313.737 antropometri yang ditargetkan akan terpenuhi pada tahun 2024. Angka tersebut dibuat dari total 303.416 Posyandu yang ada di Indonesia.
Pada tahun 2019, baru 25.177 Puskesmas saja yang memiliki antropometri kit, sedangkan pada 2020 baru sebanyak 1.823 Posyandu yang memilikinya.
Pada 2021 yang lalu, sebanyak 16.936 Posyandu sudah menggunakan timbangan antropometri. Sedang pada tahun lalu, jumlah Posyandu yang memiliki baru 34.256 tempat.
Niatnya, pada tahun 2023 ini ditargetkan berjumlah 127.033 Posyandu, dan 2024 dapat bertambah 81.512 Posyandu lagi yang memiliki antropometri.
Adapun diagnosis stunting dilaksanakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan antropometri dan penunjang.
Hasil pengukuran ini nantinya dapat menjadi deteksi dini oleh kader di Posyandu untuk dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Tahap selanjutnya bayi dan balita dapat diberi diagnosis, pemberian konseling dan edukasi.
Bayi dan Balita stunting kemudian dirujuk ke dokter spesialis anak di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) untuk mengidentifikasi faktor-faktor medis yang menyebabkan stunting. Pelatihan pemantauan pertumbuhan dilakukan oleh tenaga terlatih dari Puskesmas.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.