Rosatom sendiri memang membantu Kremlin untuk mengisi peti perang.
Sebagai duta besar Ukraina untuk Uni Eropa, Vsevolod Chertsov mengatakan bakal bekerja sama dengan militer Rusia.
Tekanan untuk memasukkan sektor nuklir Rusia telah meningkat ketika Komisi Eropa merencanakan paket sanksi ke-11. Namun, pembahasannya jauh dari kata mudah.
Sementara itu, menurut Olena Pavlenko dari think tank energi Ukraina Dixi, Rosatom memasok bahan bakar ke lebih dari selusin PLTN Eropa dan mengendalikan hampir 50 persen pasar pengayaan uranium global.
Lantaran itulah, pesaing Barat Rosatom telah berlomba untuk mengembangkan bahan bakar yang dapat menggantikan TVEL.
Tetapi, Rusia mengingatkan bahwa hal itu sangat berisiko.
“Keselamatan harus tetap menjadi prioritas utama,” kata TVEL.
“Keputusan harus didasarkan pada transparansi dan efisiensi teknologi, bukan pertimbangan politik,” tegasnya.
Sementara Juru kampanye seperti Vladimir Slivyak di LSM Rusia Ecodefense justru mempertanyakan mengenai keputusan Ceko tersebut.
“Pertanyaannya adalah apakah Westinghouse benar-benar dapat memasok bahan bakar ini pada tahun 2024,” ungkapnya.
Namun, Westinghouse tidak menanggapi pertanyaan tersebut.
Disisi lain, sejumlah ahli nuklir menyarankan untuk mengembangkan bahan bakar baru, meskipun dalam memulainya membutuhkan waktu sekitar dua tahun.
Regulator nasional juga perlu melisensikan bahan bakar baru.
“Biasanya diperlukan waktu sekitar tujuh-delapan tahun, sebelum pemasok baru dapat memulai pasokan bahan bakar komersial skala penuh,” terang TVEL.
Namun, mengingat dorongan politik, tampaknya keputusan perizinan dapat dipercepat.
Bahkan, komisi Eropa berjanji pada tahun lalu untuk membantu mempercepat proses tersebut. (spm/ads)