Tentara Putin membutuhkan pasokan jutaan peluru artileri untuk melanjutkan taktik meratakan kota di Ukraina. Kim pun mengendalikan industri senjata dalam negeri yang memproduksi amunisi, berupa artileri dan roket.
Senjata itu kompatibel dengan persenjataan era Soviet yang masih digunakan oleh pasukan Rusia. Mirip dengan Putin, Kim pun berada dalam kesulitan di dalam negeri.
Rakyat Korea Utara mengalami kekurangan pangan yang parah, perekonomian memerlukan komoditas dan bahan bakar untuk terus berjalan.
Kim menginginkan mata uang yang kuat serta akses terhadap teknologi militer terkini untuk melanjutkan rencananya melakukan modernisasi militer, membangun rudal balistik antarbenua (ICBM). Serta membangun rudal balistik antarbenua (ICBM) yang lebih kuat dan mengembangkan kapal selam serangan bersenjata nuklir dan meluncurkan satelit.
Sehingga, keduanya dianggap mampu memenuhi kepentingan strategis satu sama lain. Namun, hal itu justru menuai kekhawatiran bagi negara lain.
“Korea Utara sangat menginginkan komoditas seperti makanan, minyak, pupuk dan barang-barang lainnya,” kata Daniel Salisbury, peneliti tamu di King’s College London.
Di sisi lain, Rusia memiliki kompleks industri militer, nuklir, dan rudal yang luas. Sehingga dapat memberikan hasil teknologi yang sangat dibutuhkan Pyongyang.
“Jika Moskow benar-benar menjadi pelanggan tetap senjata Korea Utara yang diembargo, hal ini akan membantu Putin mempertahankan perang ilegalnya terhadap Ukraina. Namun potensi keuntungan teknologi bagi Pyongyang dapat menimbulkan bahaya jangka panjang bagi dunia dan hal ini juga harus dipertimbangkan,” katanya.