Pro kontra keterlibatan Israel dalam KTT
Beredarnya sebuah postingan yang menunjukkan Wakil Direktur Divisi Afrika di Kementerian Luar Negeri Israel, Sharon Bar-Li, dikawal keluar saat upacara pembukaan KTT, memang menyita perhatian publik.
Seorang pejabat AU menjelaskan, individu yang diminta pergi saat KTT disebabkan karena tidak diundang untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Sementara itu, pejabat diplomatik yang tidak disebutkan namanya mengatakan, Bar-Li memiliki otorisasi yang tepat untuk menghadiri KTT. Diskusi pun diadakan untuk memungkinkan dia kembali.
Seorang analis Amerika andal, Michael Scott Doran atau Mike juga membagikan insiden tersebut melalui akun Twitter pribadinya.
“Delegasi Israel diusir dari KTT Uni Afrika di Ethiopia.”
“Sejak 2021, Israel memiliki status pengamat di Uni Afrika, tetapi Aljazair, Tunisia, Mesir, Libya, dan Mauritania secara resmi menolak status itu,” cuit Mike, Sabtu (18/2).
Diketahui, Israel memperoleh status pengamat AU pada 2021 setelah 20 tahun upaya diplomatiknya.
Sayangnya, keputusan itu justru menimbulkan keretakan di blok beranggotakan 55 negara tersebut.
Namun, sebelumnya Israel memegang peran dalam Organisasi Persatuan Afrika (OAU), tetapi sering digagalkan dalam usahanya untuk mendapatkan kembali posisinya. Setelah OAU dibubarkan pada tahun 2002 dan digantikan oleh AU.
Kemudian, Aljazair mempelopori upaya diplomatik guna mencabut status pengamat Israel tahun lalu.
Tetapi, blok pan-Afrika menunda pemungutan suara pada keputusan akhir hingga KTT tahun ini.
Sementara itu, otoritas Palestina yang diberi status pengamat AU pada 2013 lalu, berulang kali mendesak para pemimpin Afrika untuk mencabut akreditasi AU Israel.
Menurut AU, ada 70 kedutaan non-Afrika dan organisasi non-pemerintah yang terakreditasi untuk blok tersebut. (spm/ads)