ANDALPOST.COM – Perang antar geng di negara Haiti belum juga menunjukkan garis akhir. Pada hari Rabu (9/11/2022), Asosiasi media America, Inter American Press Association (IAPA), mengkonfirmasi bahwa ada satu jurnalis, Fritz Dorilas yang ditembak mati di dekat kediamannya, di Tabarre, timur laut ibu kota Port-au-Prince, pada 5 November lalu.
Asosiasi tersebut juga menyebutkan bahwa salah satu target korban dari perang antar geng tersebut ialah awak media. IAPA mengatakan bahwa kekerasan geng dan serangan pada Negeri Karabia itu terus meningkat.
“Kami terus menyayangkan kejahatan terhadap jurnalis pada tahun berdarah ini di wilayah kami,” kata pejabat IAPA, Carlos Jornet di website resmi IAPA.
Awal Krisis di Negara Haiti
Kekerasan terus meningkat di seluruh ibu kota, di mana geng-geng kriminal yang semakin kuat berjuang untuk mendapatkan kendali dalam kekosongan politik yang diciptakan oleh pembunuhan Presiden Jovenel Moise tahun lalu.
Terbunuhnya Presiden Jovenel Moise pada Juli tahun lalu (7/11/2021), menyisihkan kekosongan politik di Haiti.
Akhirnya geng-geng kriminal di negara sentral Amerika tersebut semakin membabi-buta dalam melakukan tindakannya. Para geng tersebut berusaha untuk mendapat kendali politik di negara itu.
Hal ini menunjukkan Haiti menderita krisis keamanan dan kemanusiaan yang berkelanjutan karena blokade selama berminggu-minggu di terminal bensin utama.
Krisi ini menyebabkan kekurangan listrik, air, dan memperburuk tingkat kelaparan yang sudah tinggi.
Selama berminggu-minggu, blokade terjadi di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Hal ini yang memperparah tingkat kelaparan di negara bermata pencaharian utama sebagai petani itu.
Pembunuhan Dorilas, jurnalis Radio Megastar, sendiri terjadi kurang dari seminggu setelah seorang jurnalis Haiti di Radio Tele Zenith, Romelson Vilsaint, meninggal dalam protes di Port-au-Prince, Kamis (20/10/2022).
Ia tewas setelah sebuah tabung gas air mata tepat mengenai kepalanya. Bersamaan dengan kejadian itu pula, salah satu saksi mata menyebutkan pihak kepolisian juga melepaskan peluru kepada sekelompok wartawan yang menuntut pembebasan teman sejawatnya.
Tanggapann UNESCO dan Profil Dorilas
Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) melalui Direktur Jendralnya, Audrey Azoulay, turut merespon kejadian ini.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.