Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

‘Godoksa’, Ketika Pria Paruh Baya di Korea Selatan Meninggal dalam Kesendirian

‘Godoksa’, Ketika Pria Paruh Baya di Korea Selatan Meninggal dalam Kesendirian
Seorang pekerja staf di organisasi Good Nanum memegang sebuah guci berisi jenazah seorang pria yang meninggal dalam “kematian yang sepi”, pada tahun 2016 di Goyang, Korea Selatan. Sumber: Jean Chung/Getty Images

​Krisis Demografi

Korea Selatan adalah salah satu dari beberapa negara Asia—termasuk Jepang dan China—yang menghadapi penurunan demografis. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang memiliki bayi lebih sedikit.

Tingkat kelahiran negara terus menurun sejak 2015, dengan para ahli menyalahkan berbagai faktor seperti tuntutan budaya kerja, kenaikan biaya hidup, dan upah yang stagnan karena menunda orang menjadi orang tua.

Pada saat yang sama, angkatan kerja menyusut, menimbulkan kekhawatiran tidak akan ada cukup pekerja untuk mendukung populasi lansia yang membengkak. Terutama, di bidang-bidang seperti perawatan kesehatan dan asisten rumah.

Beberapa konsekuensi dari distribusi usia yang tidak seimbang ini menjadi jelas, dengan jutaan penduduk lanjut usia berjuang untuk bertahan hidup sendiri.

Pada tahun 2016, lebih dari 43% warga Korea berusia di atas 65 tahun berada di bawah garis kemiskinan. Hal itu menunjukkan angka yang lebih dari tiga kali rata-rata nasional negara-negara OECD lainnya.

Kehidupan orang Korea paruh baya dan lanjut usia “dengan cepat memburuk” jika mereka dikeluarkan dari pasar tenaga kerja dan perumahan.

Demikianlah “penyebab utama kematian,” menurut Song In-joo, peneliti senior di Pusat Kesejahteraan Seoul. Ia menulis dalam sebuah studi tahun 2021 tentang kematian yang kesepian.

Studi tersebut menganalisis sembilan kasus kematian karena kesepian, dan melakukan wawancara mendalam dengan tetangga, tuan tanah, dan pekerja kasus mereka. (xin/rge)